Mabesnews.com.Jakarta – Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) resmi melayangkan surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto, mendesak agar penetapan Anggota Dewan Pers Periode 2025–2028 ditunda. SPRI menilai proses pemilihan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Umum SPRI, Hence Mandagi, menegaskan pada Jumat (2/5/2025) di Jakarta, bahwa pemilihan anggota Dewan Pers baru cacat hukum karena bertentangan dengan prinsip independensi organisasi pers sebagaimana telah ditegaskan dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021.
“Meski permohonan kami tidak diterima, MK memperjelas bahwa Dewan Pers tidak berwenang membentuk peraturan sendiri atau menjadi regulator. Ini berarti, segala peraturan Dewan Pers terkait konstituen otomatis batal demi hukum,” tegas Mandagi.
Lebih lanjut, Mandagi mengungkapkan, sejarah pembentukan UU Pers sangat jelas: pemilihan anggota Dewan Pers diserahkan sepenuhnya kepada organisasi wartawan dan perusahaan pers, bukan ditentukan oleh Dewan Pers sendiri melalui badan pekerja bentukan internal.
“Kalau Dewan Pers bersikeras membentuk Badan Pekerja untuk menentukan anggota, jelas itu menyalahi aturan. Pemilihan harus melibatkan seluruh organisasi pers berbadan hukum di Indonesia, bukan segelintir elit saja,” katanya.
Mandagi juga mengungkap fakta di persidangan MK bahwa saat pemilihan sebelumnya, tercatat ada 40 organisasi pers yang berpartisipasi. Namun, dalam proses terbaru, Dewan Pers justru menutup pintu bagi puluhan organisasi, termasuk SPRI, untuk berpartisipasi.
“Tindakan ini telah merampas hak konstitusional organisasi pers berbadan hukum di Indonesia. Hak memilih dan dipilih kami diabaikan secara terang-terangan,” ujarnya.
Atas dasar itu, SPRI mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk:
1. Menunda penerbitan Surat Keputusan Presiden terkait hasil pemilihan Anggota Dewan Pers periode 2025–2028;
2. Memfasilitasi pemilihan ulang yang benar-benar melibatkan seluruh organisasi pers berbadan hukum tanpa diskriminasi.
“Pers Indonesia bukan hanya milik segelintir elit. Presiden harus hadir melindungi hak semua organisasi pers sesuai amanat reformasi pers nasional,” pungkas Mandagi.***