MabesNews.com, Awal cerita dimulai pada tahun 2016, saat usaha saya dan almarhum (papa) mengalami kesulitan keuangan. Suatu hari, Frangky menanyakan apakah saya tahu seseorang yang bisa memberikan pinjaman. Saya menolak karena tidak sanggup membayar bunga sebesar 2%. Kondisi usaha kami saat itu memang sangat membutuhkan dana.
Beberapa waktu kemudian, Frangky kembali menghubungi saya dan mengatakan bahwa saya sebaiknya berbicara dengan kenalannya. Dia menjelaskan bahwa bunga pinjaman bisa dibicarakan lebih lanjut.
Singkat cerita, pada bulan Desember 2016, Frangky memperkenalkan saya kepada seorang wanita bernama Sherly, yang berasal dari Surabaya. Pertemuan pertama kami berlangsung di Mangga Dua, di mana Sherly mengatakan bahwa dia memiliki akses ke pihak yang dapat memberikan pinjaman. Semua proses akan diatur olehnya. Pada saat itu, almarhum (papa) sedang sakit, dan Sherly mengatur agar saya memberikan kuasa melalui notaris di Kelapa Gading untuk pergi ke Surabaya dan melakukan PPJB. Surat sertifikat rumah masih atas nama almarhum (papa).
Pada tanggal 28 Desember 2016, saya, istri, dan Frangky terbang menuju Surabaya. Kami dijemput oleh Sherly dengan mobil Avanza dan diajak sarapan sebelum menuju notaris Maria Baroroh di sebuah ruko. Setelah menunggu cukup lama, sekitar jam 14, beberapa ibu-ibu dari pihak notaris baru datang. Saya diminta untuk menandatangani surat PPJB, yang menyebutkan angka pinjaman 2 miliar yang bisa digunakan dalam waktu satu tahun. Saya sempat bertanya tentang pihak yang disebutkan dalam perjanjian, Wilson, namun Sherly menjelaskan bahwa dia sibuk dan perjanjian tetap dibacakan dengan cepat. Setelah tanda tangan, Sherly meyakinkan saya bahwa dana akan segera masuk. Sesampainya di bandara, saya melihat uang sebesar 1 miliar masuk dari Wilson Mandalaputera, meskipun hanya sebagian dari jumlah yang dijanjikan. Sherly menjelaskan bahwa sisanya akan ditransfer keesokan harinya.

Namun, pada keesokan harinya, hanya ada 500 juta yang masuk, dan saya pun mulai merasa ragu. Sherly meminta uang tambahan 100 juta untuk berbagai keperluan, yang saya setujui. Seiring waktu, saya tidak lagi memikirkan sisa dana yang belum diterima.
Pada 21 April 2017, almarhum (papa) meninggal dunia. Beberapa bulan setelahnya, sekitar Juni atau Juli, Wilson mengunjungi kantor saya dan memberitahukan bahwa jumlah pinjaman yang harus dilunasi sudah mencapai 2,5 miliar. Saya bingung dan menghubungi Sherly untuk meminta penjelasan. Namun, Sherly berjanji akan mengatur semuanya, dan beberapa waktu kemudian menghilang begitu saja tanpa kabar.
Pada akhir Mei 2018, saya mencoba menghubungi Wilson untuk membicarakan penyelesaian masalah ini dan berniat datang ke Surabaya. Namun, perjalanan saya menuju penyelesaian masalah ini masih panjang.
KRONOLOGI PINJAMAN, PENEBUSAN, DAN PENGAMBILAN ASSET
Pada tanggal 25 Mei 2018, saya berangkat ke Surabaya untuk bertemu Wilson di sebuah hotel bintang lima. Tujuan saya adalah untuk berbicara empat mata dengan niat baik, tetapi yang terjadi adalah Wilson datang bersama beberapa orang Madura. Mereka langsung mengomeli saya dan mengatakan bahwa untuk menebus surat rumah, harganya adalah 3,5 miliar. Saya semakin bingung, niat saya untuk mencari solusi malah mendapat tuntutan yang lebih besar. Salah satu orang yang hadir bernama Donald. Saya pun meminta kepada Wilson untuk memberikan fotokopi perjanjian dan surat sertifikat rumah, karena saya ingin mengajukan pinjaman ke bank untuk membayar utang ini. Namun, permintaan saya tidak ditanggapi.
Hingga tanggal 5 Juni 2018, saya menghubungi notaris di Surabaya untuk meminta berkas-berkas saya, tetapi mereka mengatakan bahwa semua dokumen sudah berada di tangan Wilson. Pada bulan November 2018, saya kembali menghubungi Wilson, namun tidak mendapat respons.
Pada tanggal 17 Desember 2018, saya dihubungi oleh seorang bernama Alex Chandra yang mengaku sebagai saudara Wilson. Dia menawarkan solusi untuk menyelesaikan masalah ini dengan nilai 2,12 miliar. Saya menyambut baik tawaran ini dan mulai memproses pengajuan pinjaman di Bank DBS dengan mengagunkan aset lain untuk menebus surat rumah tersebut. Prosesnya cukup lama karena saya tidak berpengalaman dalam urusan perbankan. Akhirnya, pada bulan April 2019, saya menerima penawaran kredit sebesar 4,4 miliar dari Bank DBS. Namun, ketika saya menghubungi Alex, dia mengatakan bahwa jumlah yang harus dibayar sudah berubah menjadi 4 miliar, bukan lagi 2,12 miliar seperti sebelumnya. Hal ini membuat saya semakin bingung, dan saya akhirnya membatalkan pengajuan pinjaman tersebut.
Pada tanggal 23 Januari 2020, saya melaporkan kasus ini ke Polda di dampingi oleh pengacara saya, Pak Rio dan Pak Siyo, dengan nomor laporan LP/512/I/YAN2.5/2020/SPKT PMJ.
Pada tanggal 25 Januari 2020, datanglah seorang bernama Sepnat Kudubun bersama pasukannya. Mereka datang pada saat perayaan Imlek dan mengatakan bahwa mereka akan mengusir saya dari rumah. Saat itu, pengacara saya menangani kasus ini. Pak Sepnat membawa surat dan fotokopi sertifikat rumah yang sudah dibalik nama kepada Wilson pada tanggal 22 November 2017. Saya terkejut karena saya tidak pernah hadir untuk menandatangani AJB di PPAT Suryani Burlian.
Pada pertengahan September 2020, seorang bernama Mas Ganang datang dengan menawarkan harga 2,5 miliar dan mengatakan bahwa pajaknya akan ditanggung masing-masing untuk balik nama dan membeli kembali aset tersebut. Pada tanggal 23 Oktober 2020, saya bertemu dengan Wilson dan tim pengacara di Puri Mall. Namun, ketika saya meminta fotokopi sertifikat rumah, mereka menolaknya dan malah mengatakan bahwa mereka akan mengurusnya di Bank Niaga. Saya menolak karena jika saya melanjutkan proses dan ada sisa uang, mereka bisa mengambilnya. Saya tidak menanggapi lebih lanjut.
Pada tanggal 6 Agustus 2022, Umbu dan rekan datang ke RT saya, namun saya sedang berada di luar kota. Pada tanggal 13 Agustus 2022, saya bertemu dengan Umbu dan rekan yang meminta saya memberikan jawaban mengenai pelunasan utang pada tanggal 17 Agustus. Pada tanggal 20 Agustus 2022, sekitar pukul 13.30, mereka datang dengan membawa sekitar 30 orang dari tim timur dan menggrebek rumah saya. Pada malam harinya, terjadi mediasi setelah Pak RT melaporkan kejadian ini ke Polda Kembangan. Salah satu pengacara mereka, Martin Lukas, mengatakan secara lisan bahwa saya bisa menebus aset sesuai dengan NJOP. Saya meminta waktu untuk memikirkan hal tersebut, namun tidak ada tanggapan dari mereka.
Pada tanggal 24 Agustus 2022, mereka menguasai aset tersebut secara paksa tanpa ada surat pengadilan yang sah. Barang-barang saya dikeluarkan dari rumah, dan banyak yang hilang, termasuk perhiasan, uang, dan barang berharga lainnya.