MabesNews.com, Jakarta-PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (“MAMI”) menyatakan reksa dana pendapatan tetap masih berpotensi memberikan kinerja optimal.
Indonesia dipandang memiliki daya tarik kuat bagi investor asing, ditopang pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang terjaga. Bank Indonesia (“BI”) diperkirakan dapat mempertahankan tingkat suku bunga di tengah pengetatan kebijakan moneter global.
Volatilitas imbal hasil surat berharga pemerintah 10 tahun yang terjadi baru-baru ini dipicu oleh bergejolaknya imbal hasil US Treasury di tengah penurunan peringkat utang Amerika Serikat dan ekspektasi masih akan berlanjutnya. kenaikan suku bunga acuan di sana. Setelah _Fed Funds Rate_ mencapai puncaknya, yang diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat.
“MAMI melihat bahwa pasar obligasi global dan juga domestik akan lebih stabil,” ujar Katarina Setiawan, _Chief Economist & Investment Strategist_ MAMI mengungkap tentang daya tarik Indonesia, saat berbicara pada acara News Flash di Jakarta, Jumat 1/9/2023.
Pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) Indonesia pada Q2 2023 lanjutnya lebih kuat dari perkiraan, sebesar 5,17%. Ini merupakan angka pertumbuhan yang terkuat dalam tiga kuartal terakhir.
Selain itu, BI tetap dengan sikapnya untuk mempertahankan tingkat suku bunga di level saat ini karena dianggap cukup untuk menahan inflasi. Saat ini dua fokus utama BI yaitu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan kredit.
“Sementara itu, kita lihat konsumsi masyarakat dan aktivitas produksi industri di dalam negeri juga masih terjaga baik. Dalam jangka menengah, yang menjadi penopang pertumbuhan Indonesia yaitu perbaikan struktural pada neraca berjalan dan penanaman modal. Kedua hal ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada pembiayaan eksternal dan diharapkan dapat menopang resiliensi nilai tukar rupiah,” imbuh Katarina Setiawan.
Hal senada dikemukakan Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, di mana konsistensi kebijakan dovish BI di tengah meredanya inflasi akan terus menjaga daya tarik dan imbal hasil obligasi tetap stabil.
Selain itu, kata dia, disiplin fiskal dan fundamental makroekonomi Indonesia yang solid diharapkan dapat mendukung peningkatan sovereign outlook dari lembaga pemeringkat besar lainnya, setelah R&I meningkatkan outlook Indonesia dari stabil menjadi positif.
“Kami melihat kondisi pasar obligasi masih akan positif hingga akhir tahun ditopang oleh dinamika global dan domestik yang baik. Terdapat beberapa katalis bagi pasar obligasi di tahun ini, antara lain yang utama adalah sudah tercapainya puncak kenaikan suku bunga acuan BI serta pengurangan target penerbitan surat berharga pemerintah di tengah defisit anggaran yang mengecil. Selain itu, inflasi yang rendah serta permintaan domestik yang kuat menjadi faktor pendukung pasar obligasi,” papar Ezra.
Bukan hanya itu dari sisi global, arus masuk investasi asing ke Surat Berharga Negara (“SBN”) masih akan berlanjut di tengah masih cukup rendahnya kepemilikan asing, hanya sebesar 15,51% per akhir Q2 2023.
“Menurut proyeksi kami, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun akan ada di kisaran 6,00% – 6,25% pada akhir tahun ini. Volatilitas pasar obligasi diperkirakan akan sangat mereda setelah _Fed Funds Rate_ mencapai puncaknya, yang diperkirakan tercapai tidak lama lagi.” kata Ezra.
Reksa dana pendapatan tetap menurutnya dapat dimanfaatkan oleh investor dengan profil risiko konservatif dan moderat (risiko menengah), serta cocok untuk investasi dalam jangka pendek hingga menengah.
“Bagi investor yang ingin menambah portofolionya di pasar obligasi, sebagai gambaran, dalam setahun terakhir (per akhir Juli 2023), reksa dana pendapatan tetap Manulife Obligasi Unggulan (MOU) Kelas A memberikan imbal hasil sebesar 6,19%. Sementara di periode yang sama, reksa dana pendapatan tetap Manulife Obligasi Negara Indonesia (MONI) II Kelas A memberikan imbal hasil sebesar 9,19%,” rinci Ezra.(tiar/ril)