GerPALA Dukung Bupati H Mirwan MS Lakukan Pembenahan Tata Kelola Pertambangan di Aceh Selatan

Hukum, Pemerintah96 views

MabesNews.com,-Tapaktuan – Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) secara tegas menyatakan dukungannya kepada Bupati Aceh Selatan untuk melakukan pembenahan tata kelola pertambangan di Aceh Selatan, mengingat selama ini pemberian rekomendasi kepada perusahaan sektor pertambangan di daerah berjuluk negeri pala tersebut tersebut terkesan terlalu bar-bar sehingga pada akhirnya merugikan rakyat dan daerah.

Hal itu disampaikan Koordinator GerPALA, Fadhli Irman, Kamis 24 Juli 2025.

Irman menjelaskan, berdasarkan data Dinas ESDM Aceh, setidaknya terdapat 7 (tujuh) perusahaan yang telah diberikan izin eksplorasi oleh pemerintah Aceh dengan total luas eksplorasi mencapai 6.622,37 Ha di Aceh Selatan, 1(satu) KSU yang sudah memiliki IUP Operasi Produksi seluas 200 Ha dan 2 IUP yang sudah dicabut izinnya oleh Pemerintah seluas 1.000 Ha.

“Bayangkan saja ribuan Ha lahan di Aceh Selatan ternyata sudah masuk dalam peta pengelolaan perusahaan pertambangan, ini jumlah yang sangat fantastis,” ujarnya.

Dia menjelaskan di dalam baik itu di dalam undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maupun di dalam qanun Aceh nomor 15 tahun 2017 tentang perubahan Qanun Aceh nomor 15 tahun 2017 tentang Pengelolaan tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara jelas termaktub wilayah pertambangan itu terdiri wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Namun, di Aceh Selatan selama ini semua WP justru dikuasai WIUP.

“Jika tidak ditata dan dikelola dengan baik maka nantinya semua wilayah pertambangan justru dikuasai oleh perusahaan/korporate, sehingga ruang bagi masyarakat untuk WPR dan BUMD untuk memperoleh WIUPK justru akan sangat sulit ke depannya. Dampaknya, keadilan dalam pengelolaan pertambangan sebagaimana amanah undang-undang akan sulit terwujud,”ujarnya.

 

Lanjut Irman, tata kelola tambang yang amburadur akan merugikan daerah dan masyarakat, dimana sumber daya alam kita diambil sementara rakyat dan daerah justru dirugikan. “Kita masyarakat Aceh Selatan tidak anti investasi, namun kita berharap investasi yang hadir juga dapat memberikan manfaat ke masyarakat dan berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD), sehingga daerah semakin maju dan rakyat juga kian sejahtera. Bukan malah sebaliknya, rakyat hanya menjadi korban dari aktivitas perusahaan tambang belaka,” ucapnya.

 

Menurut GerPALA, surat Bupati Aceh Selatan nomor 540/791 tanggal 18 Juli 2025 dengan perihal pemberitahuan tentang rekomendasi izin usaha pertambangan yang mengharuskan keuchik dan camat melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Bupati sebelum mengeluarkan rekomendasi usaha pertambangan merupakan langkah awal yang baik untuk menata kembali sektor pertambangan di Aceh Selatan. “Jangan sampai asal masuk perusahaan keuchik dan camat memberikan rekomendasi, tanpa ada pengkajian lebih lanjut, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari ketika perusahaan mulai beroperasi tanpa adanya dampak positif bagi masyarakat dan daerah, bahkan menimbulkan dampak negatif yang merugikan rakyat dan daerah,” sebutnya.

 

Selain itu, GerPALA juga mendukung kebijakan tegas Bupati Aceh Selatan yang menghentikan sementara aktivitas KSU Tiega Manggis dan PT PSU guna dilakukan evaluasi. “Sebagaimana amanah qanun Aceh nomor 15 tahun 2017 j.o qanun Aceh nomor 15 tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara maka sudah seyogyanya Bupati melakukan evaluasi terkait kepatuhan perusahaan pertambangan(pemilik IUP) terhadap peraturan, jika memang perusahaan melakukan pelanggaran atau terbukti tidak memenuhi kewajibannya, maka Bupati bisa saja mengeluarkan rekomendasi pencabutan IUP,”jelasnya.

 

Di samping itu, kata Irman, Bupati Aceh Selatan juga diharapkan dapat mengevaluasi semua IUP Eksplorasi yang telah dikeluarkan, sehingga tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku. “Sesuai dengan Qanun Aceh 15 tahun 2013 junto Qanun nomor 15 tahun 2017 tentang pertambangan mineral dan batu bara Pemilik IUP Eksplorasi memiliki kewajiban diantaranya menyampaikan rencana jangka panjang kegiatan eksplorasi dan/atau studi kelayakan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum dimulainya tahun takwim, pemegang IUP harus melaporkan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi, dan kewajiban keuangan terkait dengan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, seperti pembayaran royalti dan pajak. Jika terbukti tidak menjelankan kewajibannya maka Bupati juga dapat mengeluarkan rekomendasi untuk pencabutan IUP Eksplorasi perusahaan tersebut,”lanjutnya.

 

Irman juga berharap dengan dilakukan evaluasi dan pembenahan tata kelola pertambangan dapat memaksimalkan sektor pertambangan di Aceh Selatan untuk peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat. Kita juga menyarankan bekas WIUP PT BMU dan PT MMU seluas 1000 Ha yang telah dicabut izinnya oleh Pemerintah Aceh, agar dapat dikelola langsung oleh BUMD ke depannya dalam rangka peningkatan PAD,” ujarnya lagi.

 

GerPALA berharap dengan pembenahan tata kelola pertambangan di Aceh Selatan dapat mengakhiri mimpi buruk rakyat Aceh Selatan yang sudah berlangsung selama belasan tahun. “Jangan lagi ada istilah buya lam krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki atau istilah pengusaha tambang ambil emas dan Besi, rakyat makan debu,”tegasnya.

 

Berikut Pemilik IUP Eksplorasi Komoditas Mineral dan Batubara di Aceh Selatan berdasarkan data publikasi Dinas ESDM Aceh :

1. PT Aceh Selatan Emas dengan Nomor : 545/DPMPTSP/1957/IUP-EKS/2022, seluas 1.648 Ha (komoditas emas);

2. PT Bersama Sukses Mining dengan nomor izin : 545/DPMPTSP/882/IUP-EKS/2024, seluas 752,4 Ha (Komoditas Emas);

3. PT Samasama Praba Denta, dengan nomor izin: 545/DPMPTSP/158/IUP-EKS/2024, seluas 605 Ha (Komoditas Emas);

4. PT Acsel Makmur Alam, dengan nomor izin : 545/DPMPTSP/408/IUP-EKS/2024, seluas 577,37 Ha (komoditas emas);

5. PT. Kotafajar Limestone Persada, dengan nomor izin : 540/DPMPTSP/1335/IUP-EKS/2022, seluas 1.800 Ha (Komoditas Batu Gamping untuk Industri Semen);

6. PT Kotafajar Lempung Persada, dengan nomor izin : 540/DPMPTSP/144/IUP-EKS/2022, seluas 345 Ha (Komoditas Clay);

7. PT Aceh Bumoe Pusaka, dengan nomor izin : nomor izin : 545/DPMPTSP/719/IUP-EKS/2024, seluas 894,6 Ha (Komoditas Bijih Besi)

 

(Samsul Daeng Pasomba/Tim)