Pembentukan Tim Khusus Gubernur Kepri Disorot: Diduga Tak Berdasar Hukum dan Memboroskan APBD

Pemerintah122 views

MabesNews.com, Tanjungpinang, 23 Februari 2025 – Pembentukan dan penetapan Tim Khusus (Timsus) dalam pengendalian percepatan target pembangunan daerah wilayah Kepulauan Riau (Kepri) periode 2021-2026 menuai kritik. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepri dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: 82.B/LHP/XVIII.TJP/04/2023 yang diterbitkan pada 13 April 2023, meragukan dasar hukum pembentukan tim ini dan menyoroti dugaan pemborosan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Penggunaan APBD 2022 Dipertanyakan

Hasil audit BPK mengungkap bahwa anggaran APBD 2022 sebesar Rp12.349.105.315,00 digunakan untuk honorarium Timsus Gubernur. Namun, dana tersebut tidak didukung dengan bukti kegiatan kerja yang memadai, seperti absensi kehadiran, laporan kegiatan, atau dokumentasi berupa kajian dan rekomendasi yang diberikan kepada gubernur.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepri Nomor 817 Tahun 2022, sebanyak 14 anggota Timsus telah ditetapkan untuk mengendalikan dan mempercepat target pembangunan daerah. Baru-baru ini, SK Gubernur Kepri Nomor 10 Tahun 2025 kembali menetapkan 17 anggota Timsus tambahan.

Namun, dalam pemeriksaannya, BPK menegaskan bahwa pembentukan Timsus tersebut tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, tugas gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan seharusnya dibantu oleh perangkat daerah dan staf ahli, bukan oleh Tim Khusus yang tidak memiliki regulasi yang sah.

Ketidaksesuaian dengan Regulasi

PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menyatakan bahwa perangkat daerah merupakan unsur pembantu kepala daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dengan demikian, menurut BPK, kedudukan Timsus tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Selain itu, BPK juga menyoroti bahwa pembentukan Timsus ini tidak melalui kajian hukum dari Biro Hukum Pemprov Kepri. Hal ini berisiko bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi dan berpotensi membebani anggaran tanpa memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

Lebih lanjut, dalam Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 817 Tahun 2022, tidak dijelaskan secara spesifik target capaian kinerja Timsus, mekanisme pelaksanaan tugas, maupun pertanggungjawaban kerja yang harus mereka lakukan. Seharusnya, setiap pengeluaran anggaran harus disertai dengan indikator kinerja yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pembayaran Honor Tanpa Bukti Kegiatan

BPK juga menemukan bahwa pembayaran honor Timsus dilakukan tanpa dilengkapi bukti kegiatan yang jelas. Sejumlah OPD yang mengalokasikan dana APBD 2022 untuk honorarium Timsus antara lain Badan Pengembangan SDM, Biro Umum, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, serta Dinas Kominfo.

Honor anggota Timsus ditetapkan sebesar Rp15 juta per bulan. Namun, hasil audit menunjukkan bahwa Timsus tidak memiliki waktu kerja yang jelas, tidak mengisi absensi kehadiran, serta tidak menyertakan laporan kegiatan dan dokumentasi yang sah. Bahkan, rekomendasi atau pertimbangan yang diberikan kepada gubernur sebagai bagian dari tugas mereka pun tidak terdokumentasikan dengan baik.

Menurut BPK, hal ini menyalahi ketentuan Pasal 208 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 102 Ayat (1) PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Perangkat Daerah, serta Permendagri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2022.

Desakan Transparansi dan Akuntabilitas

Kritik terhadap keberadaan Timsus juga datang dari masyarakat. Seorang tokoh masyarakat di Tanjungpinang menilai bahwa Pemprov Kepri seharusnya menyusun rincian capaian kerja per OPD, sehingga setiap anggaran yang dikeluarkan memiliki dasar yang jelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Hingga saat ini, RPJM yang dijadikan pegangan bagi OPD terkait dengan program Timsus disebut belum final dan belum memiliki produk hukum yang sah.

Seorang warga lainnya mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengelolaan APBD. Ia mempertanyakan mengapa penggunaan anggaran sebesar ini tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum. “Kalau rakyat kecil telat bayar pajak, langsung kena sanksi. Tapi kalau uang negara digunakan tanpa dasar hukum, tidak ada yang berani melaporkan. Ini harus diproses hukum agar menjadi pelajaran,” ujarnya.

Kesimpulan

Temuan BPK menunjukkan bahwa pembentukan Timsus Gubernur Kepri tidak hanya menyalahi regulasi, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan daerah. Dengan tidak adanya mekanisme kerja yang jelas, ketidaktransparanan dalam pembayaran honorarium, serta ketiadaan kajian hukum yang mendasari pembentukan tim ini, maka desakan publik untuk meninjau ulang keberadaan Timsus semakin menguat. Transparansi dan akuntabilitas penggunaan APBD menjadi tuntutan utama masyarakat Kepri agar anggaran daerah benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan sekadar mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.(Nursalim Turatea).