“Pekerja Bukan Mesin, Bukan Bayang-Bayang”: Kasus Slip Gaji Paizal Ungkap Dugaan Pelanggaran HAM Paling Dasar di PT Allbest Marine

Hukum196 views

Mabesnews.com, Batam — Kasus Paizal bukan lagi sekadar sengketa ketenagakerjaan. Temuan bahwa PT Allbest Marine diduga tidak pernah memberikan slip gaji menempatkan persoalan ini pada level yang jauh lebih gelap: pelanggaran hak asasi manusia pekerja.

Dalam standar HAM internasional—ILO, PBB, dan UU HAM Indonesia—akses terhadap informasi pengupahan adalah hak fundamental. Hak yang menjamin pekerja tahu berapa nilai kerja mereka, apa potongan upahnya, bagaimana lemburnya dihitung, dan apa yang menjadi tanggungan perusahaan.

Ketika pekerja tidak mendapat slip gaji, itu bukan hanya pelanggaran administrasi. Itu adalah penyangkalan hak untuk mengetahui nilai dirinya sebagai tenaga kerja.

Dan itulah yang dialami Paizal.

Dalam percakapan WhatsApp, ia memohon slip gaji yang menjadi hak paling dasar. Namun jawaban perusahaan selalu sama: “Tidak ada.”

Bagi para pengamat HAM tenaga kerja, jawaban itu adalah cermin dari perlakuan perusahaan yang dianggap mengabaikan martabat pekerja.

Ahli HAM Ketenagakerjaan: “Ini perampasan hak paling esensial buruh.”

 

Seorang analis HAM tenaga kerja, ketika dimintai pendapat, menyatakan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran normatif, melainkan penyingkiran hak identitas pekerja sebagai subjek hukum.

 

“Ketika slip gaji tidak diberikan, pekerja kehilangan akses terhadap kebenaran mengenai haknya. Itu sama saja dengan mencabut kemampuan pekerja untuk membela dirinya. Dalam HAM, ini disebut denial of access to justice—penolakan akses terhadap keadilan.”

 

Ia menyatakan, dalam banyak kasus internasional, kondisi seperti ini digolongkan sebagai:

 

eksploitasi administrasi, kekerasan struktural, dan pemiskinan sistematis terhadap pekerja.

 

“Slip gaji itu bukan kertas. Itu alat pembebasan pekerja dari ketidakpastian. Tanpanya, pekerja rentan diperlakukan sebagai objek, bukan manusia.”

 

Ignatius Toka Solly, S.H: “PHK tanpa dokumen adalah bentuk penyiksaan administratif.”

 

Ignatius Toka Solly, praktisi ketenagakerjaan yang dikenal vokal, memberikan pernyataan paling keras dalam kasus ini.

 

“PHK yang hanya didasarkan transfer Rp500 ribu tanpa dokumen resmi bukan prosedur ketenagakerjaan. Itu bentuk penyiksaan administratif terhadap pekerja. Tidak ada kepastian, tidak ada perhitungan hak, tidak ada transparansi. Itu tindakan yang merendahkan martabat manusia.”

 

Ignatius menegaskan bahwa tindakan seperti ini sering terjadi pada perusahaan yang memandang pekerja sebagai replaceable parts—bagian yang bisa dibuang kapan saja.

 

“Ini perusahaan PMA. Seharusnya membawa etika global, bukan menciptakan lingkungan kerja yang mencederai nilai dasar kemanusiaan.”

 

HAM Pekerja Dilanggar Lewat:

 

Tidak diberikannya slip gaji, Ketidakjelasan perhitungan upah, Ketiadaan transparansi lembur. PHK tanpa dokumen resmi.Tidak adanya hak untuk mengetahui alasan PHK. Transfer uang tanpa dasar hukum. Dan tidak adanya kesempatan bagi pekerja untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk membela diri

 

Dalam perspektif HAM, itu disebut sebagai pemutusan akses informasi (information blackout)—alat yang kerap digunakan untuk menundukkan pekerja dalam posisi inferior.

 

Disnaker Kepri: “Ini bukan persoalan administrasi. Ini persoalan martabat.”

 

Seorang pejabat Disnaker Kepri yang dimintai tanggapan memberikan pernyataan tegas: “Slip gaji adalah hak. Kalau perusahaan tidak memberikannya, mereka bukan hanya melanggar aturan, tapi menghilangkan martabat pekerja. Negara tidak bisa diam kalau hak dasar pekerja diremehkan.”

 

Ia menegaskan bahwa bukti percakapan WhatsApp memenuhi unsur untuk:

 

pemeriksaan resmi, pemanggilan manajemen, audit sistem pengupahan, dan rekomendasi sanksi administrasi yang lebih berat.

 

“Jika benar slip gaji tidak pernah ada, itu bukan sekadar kelalaian. Itu pelanggaran nilai kemanusiaan yang harus dipulihkan.”

Analisis: PT Allbest Marine Berpotensi Masuk Zona “High-Risk Company” Secara HAM

Dalam audit HAM tenaga kerja, perusahaan yang:

tidak transparan dalam pengupahan, tidak menyediakan slip gaji, tidak memiliki dokumentasi PHK, dan melakukan transfer uang tanpa dasar hukum, akan digolongkan sebagai high-risk practices company—perusahaan dengan risiko tinggi melakukan pelanggaran hak pekerja.

Label ini berbahaya, karena dapat berdampak pada:

reputasi, akreditasi ketenagakerjaan, pengawasan khusus pemerintah, hingga potensi audit HAM dari lembaga independen.

Kasus Paizal memperlihatkan pola yang konsisten: ketertutupan, ketidakjelasan, dan dugaan penyangkalan hak dasar.

PT Allbest Marine Diminta Menjawab, HAM Pekerja Harus Dipulihkan

Hingga berita bernuansa HAM ini diterbitkan, PT Allbest Marine belum memberikan jawaban publik mengenai:

mengapa slip gaji tidak ada, apakah sistem pengupahan tidak berjalan, alasan PHK tanpa dokumen, dan mengapa pekerja hanya menerima transfer Rp500 ribu tanpa penjelasan.

Redaksi menyediakan ruang klarifikasi penuh agar pemberitaan tetap berimbang.

 

[ arf-6 ]