Ladang di Malaysia Tetap Serap Pekerja Non-Prosedural, Diduga Ada Permainan Oknum di PLBN Entikong dan KJRI Kuching

Makassar – Meski regulasi ketat telah diberlakukan, praktik perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) secara non-prosedural masih terus berlangsung secara masif di ladang-ladang Malaysia, terutama di Sarawak dan Sabah. Dugaan keterlibatan oknum aparat, agen ilegal, hingga perusahaan perkebunan dalam jaringan ini kian menguat.

Modus yang paling sering digunakan adalah “melancong”, di mana pekerja masuk ke Malaysia menggunakan visa kunjungan, namun langsung dipekerjakan secara ilegal di ladang. Praktik ini diduga tidak lepas dari “main mata” antara agen nakal dan oknum Imigrasi di PLBN Entikong. Di balik kemudahan keluar masuk perbatasan ini, tersirat aroma pungutan liar yang dikenal dengan istilah “handling” atau bahkan “cob keliling”.

Kami menemukan ribuan PMI tanpa paspor dan dokumen sah bekerja di ladang-ladang Sarawak dan Sabah. Ini bukan kelalaian biasa, tapi sistematis dan terorganisir,” ungkap Sekjen Lidik Pro, Muh Darwis K, yang juga menjabat Ketua Jaringan Wirausaha Indonesia (JWI) Sulsel. Bersama tim kerja Satgasus BAP3MI Lidik Pro, ia menyisir berbagai ladang di Malaysia Timur dan menemukan bukti-bukti mengkhawatirkan.

Ironisnya, hukum seolah tumpul ke atas. Mereka yang ditangkap dan dideportasi justru hanya para pekerja – korban dari rantai panjang perdagangan manusia. Sementara para pelaku utama: agen, mandor ladang, bahkan manajer perusahaan, tetap bebas berkeliaran.

Kalau ini dibiarkan, maka kita sedang melegalkan praktik perdagangan manusia di balik kedok ‘kerja ke luar negeri’. UU kita sudah tegas – tinggal penegakannya yang lemah,” tegas Darwis. Ia merujuk pada UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta UU serupa di Malaysia (Akta 1644 dan 670).

Darwis bahkan menyebut KJRI Kuching sebagai salah satu titik lemah pengawasan. “Ada dugaan oknum di dalam yang justru melindungi perusahaan ladang nakal dan membiarkan praktik ini terus berjalan,” katanya. Sejumlah kasus yang menyangkut keselamatan dan hak PMI pun tak mendapatkan respons serius dari perwakilan diplomatik Indonesia di sana.

Desakan Audit dan Evaluasi Keras

Menyikapi temuan ini, Darwis mendesak Presiden RI Prabowo Subianto agar segera mengevaluasi total kinerja KJRI Kuching dan PLBN Entikong. Ia bahkan menyarankan pergantian seluruh personel yang bertugas di titik-titik rawan tersebut, serta audit menyeluruh oleh BPK dan KPK terhadap instansi yang terindikasi bermain.

Kalau petugas dan sistemnya tetap seperti ini, jangan harap kita bisa melindungi PMI. Saya punya data lengkap—termasuk nama perusahaan di Sarawak yang pakai PMI ilegal, dan bagaimana pekerja bisa ‘aman’ meski tanpa dokumen. Ini harus diungkap tuntas,” tegasnya.

Darwis meyakini, jika pemerintah bertindak tegas terhadap agen ilegal, membersihkan aparat di perbatasan, dan menindak perusahaan yang nakal, maka tak hanya penyelundupan bisa dihentikan—tapi juga akan tercipta sistem migrasi yang aman, legal, dan bermartabat.***