Kontroversi Eksekusi Rumah Rosedale dan Sengkarut Pertanahan Batam: Ahli Waris Tuding Ada Rekayasa Sistemik, Pengamat Sebut Kerusakan Tata Kelola Sudah pada Level Mengkhawatirkan

Hukum, Kejaksaan87 views

Mabesnews.com. Batam — Drama hukum dan pertanahan kembali memanas di Kota Batam. Kasus eksekusi rumah di Perumahan Rosedale yang menimpa keluarga Gebhard Napitupulu kini berkembang menjadi isu yang jauh lebih besar dari sekadar sengketa antarwarga. Para ahli, pengamat kebijakan publik, hingga aktivis pertanahan menilai kasus ini menggambarkan kerusakan tata kelola lahan di Batam yang sudah bersifat struktural dan sistemik.

Rosedale, Sengketa Tanah Batam, BP Batam, BPN, Eksekusi Rumah, Hak Guna Bangunan, Tata Kelola Lahan, Rekayasa Sistemik, Kepastian Hukum, Kasus Pertanahan, UWTO, Batam Krisis, Hotel Pura Jaya, Hukum Agraria, Prabowo Subianto

Ahli waris menegaskan bahwa rumah tersebut dibeli secara sah pada tahun 1994, ditempati terus-menerus hingga 2025, dan tidak pernah dipindahtangankan. Legalitasnya lengkap: Akta Jual Beli (AJB), Izin Peralihan Hak (IPH) dari BP Batam, dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang sudah diperpanjang hingga tahun 2040. Dengan dokumen selengkap itu, keluarga meyakini posisi hukum mereka sangat kuat.

Namun, realitas di lapangan justru berbanding terbalik. Pengadilan mengeksekusi rumah tersebut berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik pihak pemohon yang menurut ahli waris sudah habis masa berlakunya sejak tahun 2020. Eksekusi dilakukan mendadak, tanpa pemberitahuan resmi, dan keluarga baru mengetahui saat petugas datang langsung ke lokasi.

Para pengamat menilai pola ini sebagai anomali hukum. Seorang ahli pertanahan mengkritik keras dualisme kewenangan antara BPN dan BP Batam yang selama bertahun-tahun menciptakan ruang abu-abu, memunculkan sertifikat tumpang tindih, dan pada akhirnya menjerumuskan masyarakat ke dalam masalah yang sama sekali bukan kesalahan mereka.

“Bagaimana mungkin rumah yang didiami sejak 1994, dengan UWTO aktif hingga 2040, bisa dikalahkan oleh sertifikat yang diduga sudah kedaluwarsa? Ini bukan sekadar kelalaian administratif — ini kerusakan sistemik,” tegasnya.

Pengamat lain menilai bahwa kasus ini bukan kejadian tunggal. Banyak kasus serupa muncul dengan pola hampir identik: sengketa tiba-tiba, dokumen tumpang tindih, eksekusi tanpa peringatan yang memadai, hingga ketidakjelasan peran lembaga. Ia menyebut bahwa birokrasi pertanahan kerap berperilaku layaknya “makelar negara”, bukan pelindung hak kepemilikan warga.

“Masyarakat dibebani ketidakpastian yang seharusnya ditanggung negara. Sistem yang seharusnya menjamin kepastian hukum justru menjadi sumber utama kekacauan,” ujarnya.

Kasus Rosedale juga membuka kembali sorotan publik terhadap persoalan pertanahan lain di Batam, termasuk polemik berkepanjangan terkait Hotel Pura Jaya, salah satu bangunan bersejarah yang memiliki nilai historis bagi masyarakat Kepulauan Riau. Pengamat menilai bahwa sengkarut legalitas di kawasan tersebut mencerminkan adanya dugaan rekayasa sistemik.

Disebutkan bahwa pihak-pihak tertentu, termasuk perusahaan besar seperti PT Pasifik dan nama-nama yang kerap muncul dalam sengketa seperti Asri atau Akim, diduga memainkan peran kuat dalam menguasai aset-aset strategis dengan memanfaatkan celah administrasi dan lemahnya pengawasan institusi pertanahan. Padahal, Hotel Pura Jaya bukan sekadar properti komersial — ia adalah simbol perjalanan sejarah Kepri.

Rosedale, Sengketa Tanah Batam, BP Batam, BPN, Eksekusi Rumah, Hak Guna Bangunan, Tata Kelola Lahan, Rekayasa Sistemik, Kepastian Hukum, Kasus Pertanahan, UWTO, Batam Krisis, Hotel Pura Jaya, Hukum Agraria, Prabowo Subianto

“Sangat disayangkan bila aset historis yang seharusnya dilindungi justru terseret dalam permainan kepentingan bisnis. BP Batam, BPN, dan aparat penegak hukum seharusnya tunduk pada hukum, bukan pada tekanan kelompok tertentu,” ujar seorang analis tata kelola publik.

Dugaan rekayasa, lemahnya verifikasi dokumen, eksekusi yang tidak transparan, dan dominasi kepentingan tertentu membuat publik menilai bahwa apa yang terjadi bukanlah insiden biasa, melainkan puncak dari persoalan tata kelola pertanahan yang hampir mencapai titik krisis.

Para analis hukum menyatakan bahwa jika proses eksekusi rumah Rosedale tidak dievaluasi secara menyeluruh, preseden buruk ini dapat menjalar dan melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan pemerintahan.

Di tengah tekanan publik, banyak yang berharap Presiden Prabowo Subianto turun tangan melakukan penataan total, termasuk audit tumpang tindih sertifikat, evaluasi kinerja BPN dan BP Batam, serta penindakan tegas terhadap oknum yang diduga memanfaatkan kelemahan sistem untuk kepentingan pribadi.

“Ketidakpastian hukum adalah ancaman bagi semua orang. Bila kasus ini dibiarkan, masyarakat akan semakin yakin bahwa siapa pun dapat menjadi korban berikutnya,” ujar seorang pengamat.

Kini, publik menanti langkah resmi dari pengadilan, BP Batam, BPN, serta pemerintah pusat — apakah mereka akan membiarkan persoalan ini menjadi babak baru ketidakpastian, atau justru menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pertanahan Batam yang selama puluhan tahun dikenal penuh masalah.

#Rosedale, #SengketaTanahBatam, #BPBatam, #BPN, #EksekusiRumah, #HakGunaBangunan, #TataKelolaLahan, #RekayasaSistemik, #KepastianHukum, #KasusPertanahan, #UWTO, #BatamKrisis, #HotelPuraJaya, #HukumAgraria, #PrabowoSubianto