Bulukumba – Suasana di depan Gedung DPRD Kabupaten Bulukumba berubah menjadi gelombang protes. Ratusan warga Kasuara yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Cekkeng (APACE) datang mengepung kantor wakil rakyat, membawa pesan perlawanan yang tak bisa diabaikan: sebuah keranda mayat, simbol kematian hati nurani pemerintah terhadap nasib rakyat kecil, Jumat (11/07/2025).
Aksi ini berlangsung di bawah pengawalan ketat ratusan aparat Polres Bulukumba, termasuk sejumlah Polwan yang diterjunkan langsung, Kapolres AKBP Restu Wijayanto. Namun pengamanan tak menyurutkan semangat warga untuk bersuara.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… hari ini kami menguburkan harapan kami kepada pemerintah daerah!” seru Ilyas, salah satu orator, yang suaranya mengguncang halaman kantor DPRD.
Dalam orasi berikutnya, Aan, juru bicara massa menyebut pemerintah telah menjadikan Pasar Cekkeng sebagai kambing hitam atas sepinya Pasar Sentral.
“Kami bukan penyebabnya! Pemerintah sendiri yang membanjiri kota ini dengan pasar modern. Sekarang kami malah mau digusur. Ini bukan keadilan, ini pembantaian ekonomi rakyat!” katanya lantang.
Keranda yang diarak ke depan gedung DPRD menjadi pusat perhatian. Sebuah simbol visual kuat, menggambarkan matinya keadilan sosial dan kepedulian pemerintah terhadap para pedagang kecil yang menggantungkan hidup dari lapak seadanya.
Setelah sekitar satu jam berorasi, massa diarahkan masuk ke ruang rapat untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Fahidin HDK bersama Komisi 1- IV. Rapat ini turut dihadiri Kapolres Bulukumba, perwakilan Dinas Perdagangan, Dinas Perhubungan, Camat Ujung Bulu, dan Kepala Lingkungan Kasuara.
Namun, kekecewaan kembali menyeruak karena beberapa instansi yang diharapkan hadir justru tidak memenuhi undangan resmi DPRD, seolah tak ingin berhadapan langsung dengan rakyat yang dirugikan.
Rapat itu pun berakhir tanpa keputusan. DPRD hanya menyatakan akan melakukan pendalaman dan kunjungan lapangan.
“Kami tidak bisa langsung mengambil keputusan. Tapi kami akan melakukan pendalaman dan turun mendengarkan langsung di lapangan,” ujar Fahidin menutup rapat.
Meski ditutup dengan sesi foto bersama, wajah-wajah peserta aksi kecewa dan tetap berharap agar kebijakan pemerintah dibatalkan.