“Kelong Pendidikan Religius: Menghidupkan Nilai Islam Melalui Kearifan Lokal”

Pemerintah30 views

Mabesnews.com, Kita hidup di era di mana arus globalisasi dan digitalisasi membawa banyak kemudahan, tetapi sekaligus juga tantangan besar terhadap kelestarian budaya lokal dan nilai-nilai keagamaan. Salah satu aspek yang kian tergerus adalah tradisi lisan yang dahulu menjadi sarana utama pewarisan nilai moral dan spiritual di masyarakat Nusantara. Dalam konteks budaya Makassar, salah satu bentuk warisan luhur itu adalah kelong syair atau nyanyian yang sarat dengan pesan kebajikan, petuah kehidupan, dan nilai religiusitas.

Buku saya, Kelong Pendidikan Religius: Nilai Ajaran Islam Berbasis Kearifan Lokal, lahir dari keprihatinan sekaligus harapan besar agar tradisi kelong tidak sekadar diingat sebagai peninggalan budaya, tetapi dihidupkan kembali sebagai media dakwah dan pendidikan karakter Islami yang relevan dengan zaman. Saya menyusun 281 kelong religius yang tidak hanya indah dalam diksi, tetapi juga memuat nilai-nilai Islam universal yang meliputi empat pilar utama: akidah, syariah, akhlak dan tasawuf, serta sosial kemasyarakatan.

Mengapa Kelong Penting dalam Pendidikan Religius?

Kelong bukan hanya seni bertutur, tetapi juga media pendidikan moral yang berakar pada kehidupan masyarakat. Di masa lalu, orang tua menasihati anaknya, guru menegur muridnya, bahkan pemuka agama berdakwah semua dilakukan melalui kelong. Bentuknya sederhana, tetapi pesannya dalam. Ia menyentuh hati pendengarnya tanpa menggurui.

Dalam konteks pendidikan modern, pendekatan seperti ini amat dibutuhkan. Nilai-nilai Islam tidak cukup diajarkan secara konseptual di ruang kelas, tetapi perlu diinternalisasikan melalui media yang menyentuh rasa dan budaya masyarakat. Kelong hadir untuk mengisi ruang itu. Ia mengajarkan tauhid dengan kelembutan bahasa, mengingatkan tentang akhlak melalui keindahan rima, dan menanamkan solidaritas sosial dalam irama yang akrab di telinga rakyat.

Revitalisasi Kearifan Lokal sebagai Jalan Dakwah

Melestarikan kelong berarti menyelamatkan identitas spiritual dan kultural masyarakat Makassar dari kepunahan. Saya percaya, dakwah yang efektif adalah dakwah yang berakar — bukan yang sekadar meniru bentuk luar. Islam datang ke Nusantara bukan dengan pedang, tetapi dengan budaya yang diislamkan. Karena itu, menghidupkan kembali kelong berarti melanjutkan metode dakwah para wali dan ulama terdahulu yang bijak mengintegrasikan nilai Islam dengan budaya lokal.

Lebih jauh, kelong dapat menjadi instrumen pendidikan karakter religius di sekolah dan lembaga pendidikan Islam. Anak-anak perlu dikenalkan pada nilai Islam melalui ekspresi budaya mereka sendiri agar lahir generasi yang beriman, beradab, sekaligus bangga dengan warisan leluhurnya. Di sinilah pendidikan berbasis kearifan lokal menemukan relevansinya.

Kelong untuk Para Penyuluh dan Mubaligh

Buku ini juga saya tujukan kepada para penyuluh agama dan mubaligh. Dalam praktik dakwah, kehadiran kelong dapat memperkaya metode penyampaian pesan keislaman. Kelong memiliki kekuatan retorik yang mampu menembus hati, membuat dakwah terasa hangat dan membumi. Dakwah tidak harus keras dan tegas, kadang cukup lembut seperti alunan kelong yang penuh makna.

Saya ingin agar para mubaligh menjadikan kelong sebagai bagian dari dakwah kultural pendekatan yang menyatukan bahasa agama dengan bahasa budaya, sehingga ajaran Islam mudah diterima masyarakat luas tanpa menimbulkan jarak.

Kelong sebagai Bahan Bacaan Spiritual

Lebih dari itu, Kelong Pendidikan Religius dapat menjadi bacaan reflektif bagi siapa pun yang ingin memperdalam makna hidup dan keislaman melalui kebijaksanaan lokal. Kelong mengajarkan bahwa nilai-nilai Islam sesungguhnya dekat dengan kehidupan sehari-hari: kejujuran, kasih sayang, kerja keras, dan rasa syukur. Nilai-nilai inilah yang harus terus dihidupkan agar umat Islam tidak kehilangan arah dalam kemajuan zaman.

Menutup dengan Harapan

Saya menulis buku ini dengan keyakinan bahwa pendidikan religius yang kokoh harus berpijak pada budaya sendiri. Islam yang berakar akan tumbuh kuat. Kelong adalah warisan yang mengajarkan Islam dengan kelembutan, bukan paksaan; dengan kearifan, bukan kekerasan. Semoga karya ini dapat menginspirasi para pendidik, dai, dan pemerhati budaya untuk terus berjuang memadukan agama dan budaya sebagai dua sayap kemanusiaan.

Semoga setiap bait kelong yang kita lantunkan menjadi doa, setiap pesan yang kita pahami menjadi amal, dan setiap budaya yang kita jaga menjadi jalan menuju ridha Allah SWT.

Prof. Dr. H. Bahaking Rama, M.S.

Pendidik, Peneliti, dan Pemerhati Budaya Islam Berbasis Kearifan Lokal.(Nursalim Turatea).