Kasus Pencabulan Anak di Bulukumba Kembali Terjadi“Didamaikan”! Publik Geram, Seruan Keadilan Menggema

Hukum, Polri250 views

Bulukumba – Sulawesi Selatan – Keputusan mencabut laporan polisi atas kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur di Desa Batukaropa, Kecamatan Rilau Ale, mengguncang publik Bulukumba. Proses hukum yang awalnya berjalan di Unit PPA Polres Bulukumba mendadak terhenti, usai keluarga korban dan terduga pelaku “berdamai” secara kekeluargaan.

Namun, alih-alih meredam situasi, langkah ini justru menyulut gelombang kecaman. Aktivis, psikolog, hingga tokoh masyarakat kompak bersuara: “Anak bukan alat tawar-menawar!”

Keadilan untuk Korban Digadaikan?

Aktivis perlindungan anak Bulukumba, Syamsir, mengecam keras keputusan damai tersebut. Ia menilai, perdamaian dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah bentuk nyata pengabaian terhadap hak dan masa depan korban.

“Ini bukan sekadar persoalan keluarga. Ini kejahatan serius! Damai bukan jalan keluar. Korban membutuhkan keadilan dan pemulihan, bukan disuruh diam dan melupakan,” tegasnya.

Syamsir menyebut akan segera melaporkan kasus ini ke KPAI dan UPTD PPA, agar negara hadir dan tidak tinggal diam.

Psikolog: Trauma Korban Bisa Seumur Hidup

Dampak dari kekerasan seksual terhadap anak bukan hanya luka sesaat. Psikolog Klinis Anak, Yosi Molina, M.Psi., menegaskan bahwa trauma psikologis korban bisa membekas seumur hidup, bahkan menghancurkan masa depan mereka.

“Trauma seksual pada anak adalah luka permanen. Perdamaian tak akan menghapus rasa takut, malu, atau hancurnya harga diri korban,” ujar Yosi, dikutip dari Fokussumatera.com.

Ia menekankan pentingnya peran negara dalam menjamin perlindungan anak dari kekerasan seksual, bukan justru membiarkan pelaku lolos lewat celah “damai”.

Hukum Tak Boleh Mandul!

Seorang tokoh masyarakat Rilau Ale menyoroti aspek hukum dari kasus ini. Menurutnya, pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan.

“Sekalipun laporan dicabut, polisi wajib melanjutkan proses hukum. Negara tidak boleh tunduk pada kesepakatan damai yang melukai keadilan,” tegasnya.

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap bentuk kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang harus diproses pidana. Perdamaian tak menghapus pidana.

Orang Tua Korban: “Sudah Damai Pak”

Dikonfirmasi awak media pada Rabu, 18 Juni 2025, orang tua korban membenarkan bahwa persoalan telah diselesaikan secara kekeluargaan.

“Sudah damai, Pak, secara kekeluargaan,” ujar ayah korban singkat.

Namun publik tidak tinggal diam. Media sosial dibanjiri komentar pedas, mempertanyakan keberpihakan aparat dan sistem hukum terhadap korban anak yang seharusnya dilindungi, bukan dikompromikan.

Seruan: Tegakkan Hukum, Lindungi Anak!

Kasus ini memunculkan kegelisahan mendalam: apakah keadilan untuk korban bisa dibeli dengan perdamaian? Ataukah negara akan menunjukkan keberaniannya menegakkan hukum meski tanpa dukungan pelapor?

Sorotan tajam kini tertuju pada Polres Bulukumba dan pihak terkait. Akankah hukum ditegakkan atau dibiarkan tumpul di hadapan kesepakatan damai?

Satu hal pasti: perlindungan anak bukan pilihan, tapi kewajiban negara.