Jalan Poros Bulukumba-Makassar Diblokir: Warga Menangis, Pemerintah Krisis Hati Nurani

Bulukumba – Ratusan masyarakat bersama Lembaga Pemuda Afiliasi Toleran Indonesia (PATI) memblokade jalan poros provinsi Bulukumba-Makassar pada Selasa, 08 Juli 2025 dan dikawal ketat oleh pihak kepolisian, sebagai bentuk kekecewaan mendalam terhadap sikap pemerintah daerah, khususnya Bupati Bulukumba A. Muhtar Ali Yusuf, terkait rencana penggusuran Pasar Cekkeng.

Foto:saat para aksi memblokade jalan provinsi

Aksi blokade jalan ini menyebabkan kemacetan total sepanjang beberapa kilometer dari dua arah. Ribuan kendaraan terjebak di tengah kemarahan rakyat yang merasa diabaikan dan diperlakukan semena-mena oleh penguasa.

 

Dalam orasinya, warga menyuarakan rasa kecewa mendalam terhadap DPRD Bulukumba. Dari 40 anggota dewan yang digaji dari uang rakyat, tidak satu pun yang hadir di kantor saat rakyat datang mengadu nasib. “Di mana para wakil rakyat yang katanya duduk atas nama kepentingan rakyat? Mereka semua menghilang!” teriak salah satu orator PATI.

Foto: masyarakat blokade jalan provinsi dengan duduk semua badan jalan

Tangisan dan jeritan hati masyarakat pun pecah di tengah massa. Seorang ibu penjual sayur meneteskan air mata saat menyampaikan isi hatinya.

“Kami ini cuma penjual sayur, tiap bulan bayar retribusi, tiap kali ditagih selalu kami bayar. Tapi kenapa kami diperlakukan seperti ini? Kalau pemerintah sudah tak punya hati nurani, lebih baik kami dibunuh saja, Puang… daripada hidup kami disiksa perlahan seperti ini,” ucapnya sambil menangis tersedu-sedu.

 

Warga mempertanyakan ke mana hati nurani pemerintah. Dengan harapan “Rakyat Tidak Butuh Pemimpin yang Duduk di Singgasana Tapi Buta dan Tuli” dan “Kalau Kami Dianggap Sampah, Jangan Tunggu Kami Terbakar!”

Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Kabupaten Bulukumba. Kebijakan relokasi sepihak yang tidak melibatkan musyawarah atau mempertimbangkan nasib ratusan pedagang kecil menjadi bukti nyata bahwa suara rakyat tidak lagi menjadi prioritas utama.

 

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun perwakilan pemerintah daerah yang turun ke lokasi untuk menenangkan massa atau sekadar mendengarkan jeritan mereka.