Impor Beras di FTZ Tetap Dilarang, Gubernur Kepri Tegaskan Komitmen Swasembada Pangan

Pemerintah103 views

Mabesnews.com. Batam — Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad menegaskan bahwa impor beras tetap dilarang, termasuk apabila dilakukan melalui wilayah Free Trade Zone (FTZ) seperti Batam. Penegasan tersebut disampaikannya usai menghadiri kegiatan di Mapolda Kepri, akhir pekan lalu, sebagai bentuk kepatuhan terhadap arahan Presiden RI terkait kebijakan strategis nasional swasembada pangan.

“Yang namanya beras impor itu tetap tidak boleh,” tegas Ansar. Menurutnya, beras merupakan komoditas strategis yang tidak bisa diperlakukan sama dengan kebutuhan pangan lain, sekalipun wilayah Kepulauan Riau memiliki kekhususan tata niaga melalui skema FTZ.

 

Ansar menjelaskan, pemerintah provinsi telah melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama Forkopimda, instansi vertikal, serta Bulog untuk memastikan ketersediaan stok pangan beberapa bulan ke depan. Meskipun sejumlah daerah pemasok di Sumatera terdampak bencana, pasokan ke Kepri dinilai masih relatif aman karena suplai dari Padang dan Medan tetap berjalan.

 

Untuk komoditas pangan yang mengalami kekurangan, pemerintah daerah memilih strategi kerja sama antardaerah penghasil. Pengalaman mendatangkan cabai dari Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah menjadi rujukan, termasuk rencana pemenuhan kebutuhan ayam beku, cabai, dan komoditas lain dengan pengaturan harga agar tidak memicu lonjakan inflasi. Namun khusus beras, Ansar menegaskan bahwa opsi impor luar negeri tetap tertutup.

“Beras premium tersedia di dalam negeri. Tinggal kita dorong distributor agar membawa pasokan dari daerah penghasil,” ujarnya.

 

Dalam konteks FTZ, Gubernur Kepri mengakui adanya tantangan teknis, terutama ketika barang dari kawasan FTZ hendak didistribusikan ke wilayah non-FTZ atau antar-FTZ, seperti dari Batam ke Bintan. Pemerintah daerah telah meminta diskresi kepada Bea Cukai selama enam bulan sebagai masa transisi untuk menyiapkan instrumen regulasi dan pengawasan yang lebih solid.

“Kepala Bea Cukai Batam sudah memberi ruang. Yang penting kita awasi bersama agar kebutuhan masyarakat Kepri terpenuhi dan tidak keluar dari wilayah Kepri,” katanya.

 

Ke depan, Ansar mendorong kemandirian pangan berbasis pulau. Bintan direncanakan memiliki unit industri kecil pengelolaan pangan sendiri, sehingga tidak terus bergantung pada Batam. Konsep serupa juga akan diterapkan di Karimun dan Lingga, sejalan dengan pemanfaatan potensi produksi telur ayam dan ayam hidup dari daerah lain seperti Jawa, dengan pengendalian distribusi agar pasokan lokal tetap terjaga.

 

Pengendalian harga akan dilakukan melalui sinergi Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) serta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Ansar juga membuka opsi komunikasi lanjutan dengan pemerintah pusat, termasuk Menteri Keuangan, serta para bupati untuk merumuskan skema distribusi dan stabilisasi harga yang lebih efektif.

 

Sejumlah pengamat kebijakan pangan menilai sikap tegas Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau merupakan langkah konsisten dalam menjaga arah kebijakan nasional. Menurut mereka, pelonggaran impor beras di wilayah FTZ berpotensi menciptakan celah distribusi yang sulit diawasi dan dapat melemahkan komitmen swasembada pangan.

 

Pendekatan kerja sama antardaerah dinilai lebih rasional dalam jangka menengah, sekaligus memperkuat ketahanan pangan tanpa mengorbankan stabilitas harga dan kepentingan petani dalam negeri.

 

Di sisi lain, pengamat juga mengingatkan pentingnya kesiapan infrastruktur logistik dan regulasi antarwilayah agar kebijakan larangan impor beras tidak berujung pada kelangkaan semu atau disparitas harga di wilayah kepulauan. Transparansi pengawasan, peran aktif Bulog, serta koordinasi lintas sektor dinilai menjadi kunci agar kebijakan ini benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

 

[ arf-6 ]