Hadiri Undangan Seminar dan Ulang Tahun Ke-18 PPWI, Bertemu Tokoh Jurnalis Senior Ali Syarief dan Sejumlah Dubes

Oleh: Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

 

 

Mabesnews.com,-Jakarta – Beberapa hari lalu, tepatnya pada Selasa (11/11/2025) di bilangan hotel berbintang di daerah Sunter (Jakarta Utara) saya hadiri ulang tahun ke-18 PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia) sekaligus acara seminar tentang program pemerintah MBG. Nampak pesertanya para pengurus daerah (Ketua Sekretaris Bendahara/KSB), yang diabsen per daerah, lalu dijawab dengan acungan jari dari delegasi (KSB) Sabang hingga Merauke.

Yang membuat saya terkesima, ternyata diantara tamu undangan terdapat pejabat Duta Besar dari belasan kedutaan besar negara sahabat. Mereka antara lain, Duta Besar Federasi Rusia, Mr. Sergei Tolchenov, bersama stafnya; Duta Besar Republik Iraq, Mr. Ammar Hameed Saadallah Al-Khalidy; Duta Besar Republik Mesir, Mr. Yasser Hassan Farag Elshemy; Duta Besar Republik Bangladesh, Mr. Tarikul Islam; Wakil Duta Besar Republik India, Mr. Kamlesh Singh Chauhan; Duta Besar Republik Sudan, Mr. Yassir Mohamed Ali; Duta Besar Republik Mozambique, Mr. Belmiro Jose Malate; dan Duta Besar Republik Afghanistan, Mr. Sa’dullah Baloch, bersama stafnya.

 

Dapat dimaklumi jika para duta besar tersebut hadir karena pengundangnya adalah Wilson Lalengke, tokoh jurnalis dan aktivis HAM terkemuka Indonesia. Sebagaimana banyak diketahui bahwa selaku Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke belum lama ini ikut memberi sumbangsih pidato di forum PBB yakni pada 8 Oktober 2025 yang materi utamanya berisi pesan perdamaian untuk Dewan Keamanan PBB terkait negara-negara di Gurun Sahara Barat (perbatasan Maroko-Ajazair), yang masih bertikai sejak beberapa dekade terakhir.

 

Wilson Lalengke, yang berpidato pada momen tersebut membangkitkan kebanggaan masyarakat bangsa ini, karena mengukir sejarah sosok pribadi WNI ternyata bisa eksis di New York di hadapan Dewan Keamanan di Markas Besar PBB. Beliau bukan mewakili pemerintah, melainkan suara masyarakat sipil, dan atas biaya sendiri, selaku aktivis Hak Asasi Manusia dan wartawan senior dari Indonesia, yang nyata lugas namun diplomatis sebagai pembicara non-pemerintah.

 

Dan tidak bermaksud dibesar-besarkan, “gayung bersambut”, Raja Maroko, Yang Mulia King Mohamed VI menanggapi hasil pertemuan forum Dewan Keamanan PBB yang dihadiri Wilson, akhirnya Sang Raja menyampaikan pidato kepada rakyatnya, pada Jumat, 31 Oktober 2025. Urgensinya pidato Raja Maroko itu adalah bakal melahirkan babak baru mengenai penyelesaian konflik yang telah berlangsung hampir 50 tahun, yakni akan ada proses konsolidasi di negara Sahara ini, berupa solusi konsensual perihal otonomi pada wilayah titik tikai suku diperbatasan antara Maroko-Aljazair yang “dikuasai” oleh Front Polisario, sebuah gerakan kemerdekaan yang mewakili penduduk asli Sahrawi di Sahara Barat, yang didukung oleh Aljazair.

 

Lalu ada momen paling indah, di sela-sela ishoma, saya gunakan waktu ‘ngobrol ngalor-ngidul’ dengan sosok yang cukup saya kagumi karya jurnalistiknya, jurnalis berkelas Doktor Ustad Ali Syarief, pengajar Bahasa Indonesia, plus bahasa Inggris di Negara Sakura, Jepang. Perbincangan cukup santai, atau tepatnya dibawa dengan santai, karena topiknya sedikit hot tentunya, yaitu terkait perkembangan penegakan hukum tanah air (law behaviour) yang lumayan pelik dan sedikit ‘memuakan’.

 

Pesan “sang ulama yang jurnalis” Dr. Ali Syarief, agar bangsa ini butuh kesabaran, karena Presiden RI Prabowo Subianto tidak mudah membersihkan residu yang tertinggal ‘eks pola kepemimpinan era sebelumnya.’ Dan Sang Ustad berharap agar saya dan keluarga dapat berkunjung ke negara Sakura. Tentu itikad baiknya saya jawab Insya Allah, sambil tersenyum karena ajakannya terkandung “doa”. (Samsul Daeng Pasomba.PPWI/Tim)