Eksekusi Dinilai Prematur, Kuasa Hukum Soroti Pelanggaran Prosedur dan Dasar Yuridis. Serta tidak mempunyai : RASA KEADILAN!

Hukum26 views

Mabesnews.com,-Makassar — Pihak penggugat menilai tindakan eksekusi terhadap objek sengketa dilakukan secara prematur karena belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Menurut Muh. Tayyib S.H

Sebagai Kuasa Hukum Marthen Luther. menyampaikan bahwa perkara terkait dugaan pelanggaran hukum dalam proses lelang masih berjalan dan sudah sampai pada tahap Pembuktian Berkas dari semua pihak yang akan bersidang pada Selasa depan tanggal 25 November 2025.

yang belum memperoleh putusan akhir dari pengadilan.

 

Kuasa hukum Muh.Tayyib S.H selanjutnya menuturkan bahwa Kami pun sudah memasukan Surat

GUGATAN PERLAWANAN (VERZET) TERHADAP PENETAPAN EKSEKUSI NOMOR: 37 EKS.R.L/2025/PN.Mks

 

Pada Tanggal 25 Oktober 2025 Ke Pengadilan Negeri Makassar.

Surat Gugatan Kami diterima dengan Nomor Perkara:

511/Pdt.Bth/2025/PN Mks

 

Dan sidang Pertama tanggal 06-11-2025.

Para Tergugat Tidak Hadir dalam panggilan I (pertama)

Sehingga di lanjutkan panggil Sidang ke II (kedua)

tanggal 13 November 2025.

 

Dalam proses Berjalan Sepertinya dipaksakan Eksekusi tetap dilakukan pada hari Rabu tanggal 12 November 2025 Oleh Panitera Pengadilan Negeri Makassar berdasarkan Ketetapan ketua Pengadilan Negeri Makassar sesuai Kutipan Risalah Lelang

No. 30/15.02/2025-01 tanggal 21 Januari 2025.

 

Ini sangat Jelas melanggar sejumlah ketentuan hukum dan merendahkan wewenang Para Hakim serta Lembaga Pengadilan Yang Menangani Perkara Gugatan yang sementara berjalan di Pengadilan Negeri Makassar. dan belum mendapatkan Keputusan Hakim Yang Berkekuatan Hukum Tetap untuk dilakukan Eksekusi.

 

dan akan menjadi presiden buruk untuk masyarakat yang mencari Keadilan di Pengadilan Negeri Makassar.

 

Dalam putusan-putusan Mahkamah Agung yang menjadi yurisprudensi menyelaskan mengenai larangan eksekusi terhadap objek yang masih disengketakan.

 

Kuasa hukum mengacu pada beberapa putusan Mahkamah Agung yang pada prinsipnya menegaskan bahwa eksekusi tidak dapat dilaksanakan apabila objek sengketa masih dipersoalkan secara hukum, di antaranya:

1. Putusan MA No. 3210 K/Pdt/1984:

“Eksekusi dapat ditunda apabila terdapat objek eksekusi diajukan perlawa atau gugatan.”

 

2. Putusan MA No. 1189 K/Sip/1979:

Pengadilan berwenang menundah Eksekusi demi menjamin kepastian Hukum dan mencegah kerugian tidak dapat dipulihkan.

 

3. Putusan MA No. 1406 K/Pdt/1986:

Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) menunda proses Eksekusi sampai perkara selesai diperiksa.

 

4. Putusan MA No. 3909 K/Pdt/1991.

Keseluruhan yurisprudensi tersebut memperkuat prinsip bahwa eksekusi harus ditunda apabila terdapat potensi kerugian serius dan tidak dapat diperbaiki (irreparable loss) bagi pihak yang berperkara.

 

Dasar Hukum yang Digunakan

Kuasa hukum juga menegaskan bahwa tindakan eksekusi yang dipaksakan dapat melanggar ketentuan berikut:

 

Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 ayat (6) RBg, yang mengatur bahwa pelaksanaan eksekusi harus merujuk pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

Pasal 54 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan asas perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi para pihak yang berperkara.

Potensi Kerugian Tidak Dapat Diperbaiki

 

“Eksekusi tidak boleh dilakukan apabila menimbulkan irreparable loss, yaitu kerugian yang tidak dapat dipulihkan kembali,” tegas kuasa hukum. Ia menilai bahwa pemaksaan eksekusi dalam perkara yang belum inkracht justru membuka ruang terjadinya pelanggaran hukum serius dan mencederai prinsip keadilan bagi Masyarakat yang tertindas dan tersolimi

untuk mencari Keadilan.

 

(Tispran Kelana/Arifin sulsel/Tim)