MabesNews.com – Batam, 21 Agustus 2025 – Grup WhatsApp Persatuan Mubaligh Batam (PMB) kembali menjadi ruang interaksi penuh warna. Siang tadi, percakapan di dalamnya menampilkan berbagai sisi: dari ungkapan syukur sederhana, canda seputar es krim, hingga perdebatan serius tentang makna kata dan sikap dalam berorganisasi.
Awalnya, suasana mengalir ringan. Ada yang mengingatkan pentingnya bersyukur dengan rezeki dari rumah, seperti makan siang yang disiapkan istri. Pesan itu disampaikan dengan nuansa keakraban, bahwa kebahagiaan keluarga lebih bernilai dibanding sekadar makan sendiri di warung. Gelak tawa pun muncul ketika Utrianto berkelakar bahwa “jilat-menjilat” yang pantas hanyalah saat menikmati es krim bersama kawan-kawan.
Namun, percakapan berbelok ke arah yang lebih serius. Adib, Sekretaris PMB, menekankan bahwa keputusan organisasi sebaiknya lahir dari diskusi, bukan opini sepihak. Ia juga menyinggung bahwa persoalan yang sudah berjalan lima tahun seharusnya dibicarakan sejak awal, bukan baru dipersoalkan sekarang. Menurutnya, dinamika itu mirip dengan politik, di mana kritik biasanya datang dari luar lingkaran keputusan.
Syamsul Ibrahim menambahkan bahwa istilah “oposisi” lebih tepat digunakan ketimbang kata “menjilat”. Baginya, oposisi bukanlah hal buruk, melainkan wujud dari pihak yang tidak berada dalam posisi pengambil kebijakan. Meski begitu, ia tetap mengingatkan pentingnya memilih kata yang elegan agar tidak menimbulkan salah tafsir.
Di sisi lain, M. Rasyid menegaskan bahwa seorang pemimpin tidak boleh ragu untuk mengatakan sesuatu kurang benar jika memang demikian. Ia mengingatkan bahwa manusia pada dasarnya tidak ada yang sempurna, sehingga wajar bila dalam perjalanan organisasi ada kritik dan evaluasi. Pernyataan itu mendapatkan dukungan dari beberapa anggota lain.
Topik semakin menarik ketika muncul permintaan agar dijelaskan perbedaan istilah “jilat”, “menjilat”, dan “penjilat”. Rasyid lalu merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurutnya, “jilat” adalah aksi fisik dengan lidah, “menjilat” adalah bentuk aktif dari kata tersebut, sementara “penjilat” mengacu pada sifat seseorang yang mencari muka atau memuji secara berlebihan demi keuntungan pribadi.
Syamsul Ibrahim menambahkan konteks keagamaan, dengan mengingatkan contoh hadits tentang bejana yang dijilat anjing harus dicuci tujuh kali. Hal itu mempertegas bahwa sebuah kata tidak bisa dilepaskan dari konteks penggunaannya.
Di tengah perbincangan internal, muncul pula isu eksternal. Seorang anggota membagikan tautan berita tentang operasi tangkap tangan KPK terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel. Hal itu memunculkan komentar bahwa sosok yang sebelumnya dikenal keras menegur pengusaha nakal kini justru tersandung kasus korupsi.
Percakapan hari ini menunjukkan bahwa grup WhatsApp PMB Batam lebih dari sekadar ruang koordinasi kegiatan. Ia juga menjadi tempat berbagi syukur, bercanda, sekaligus wadah refleksi kritis. Dari gurauan ringan tentang es krim, kajian bahasa melalui KBBI, hingga kritik terhadap dinamika organisasi, semuanya berpadu menjadi gambaran nyata bahwa komunitas ini hidup dan dinamis.
Akhirnya, diskusi tersebut menyisakan satu pesan penting: kritik sah-sah saja, oposisi itu wajar, tetapi bahasa harus tetap dijaga. Sebab, pilihan kata bisa menguatkan, tetapi juga berpotensi menimbulkan salah paham dalam kebersamaan. (Nursalim Turatea).