MabesNews.com, Banjarnegara, Jawa Tengah – Dugaan pencaplokan lahan secara sepihak terjadi di wilayah Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Obyek tanah yang masih tercatat atas nama almarhum Sumawikarta terdiri dari sembilan bidang tanah dan satu unit mobil. Namun, satu bidang tanah dan satu mobil telah dijual, sehingga kini tersisa delapan bidang tanah yang terletak di Desa Kaliajir. Pemilik sah tanah tersebut berasal dari Desa Pucung Bedug.
Tanah dan harta peninggalan almarhum diduga dikuasai secara sepihak oleh pihak yang dianggap melakukan penyerobotan, dengan menggunakan surat wasiat yang diduga telah direkayasa.
Surat wasiat yang menjadi dasar penguasaan harta warisan tersebut ditandatangani oleh Saikem dan beberapa saksi. Diduga, ada unsur kongkalikong untuk memuluskan penguasaan harta warisan almarhum Sumawikarta, yang seharusnya dibagikan secara adil kepada para ahli waris. Saikem sendiri merupakan istri kedua almarhum, sementara istri pertamanya masih hidup hingga saat ini.
Menurut informasi yang dihimpun awak media dari berbagai sumber, ditemukan sejumlah kejanggalan terkait surat wasiat tersebut. Biasanya, surat wasiat dibuat oleh orang yang bersangkutan (dalam hal ini almarhum) dan disaksikan langsung oleh keluarga ahli waris. Namun, dalam surat ini, para saksi bukan berasal dari keluarga, dan anehnya, surat wasiat baru muncul pada tahun 2017 — setelah muncul rencana gugatan dari para ahli waris. Padahal, surat kematian almarhum Sumawikarta tercatat pada tahun 2013.
Ahmad Samsul Hadi alias Ngahadi, salah satu keluarga almarhum, saat ditemui oleh media mengungkapkan bahwa seharusnya harta peninggalan dibagikan secara adil kepada pihak-pihak yang memiliki hak.
Permasalahan hak waris ini telah menjadi rahasia umum di lingkungan masyarakat dan sudah beberapa kali dibahas melalui musyawarah. Namun, belum juga ditemukan jalan keluar karena obyek tanah masih dikuasai oleh salah satu pihak.
Salah satu saksi, Purwanto, saat dikonfirmasi di rumahnya mengatakan bahwa surat wasiat tersebut dibuat oleh Saikem. “Yang buat surat ya Saikem. Karena Saikem nggak bisa ngetik, jadi nyuruh orang lain yang bisa,” ujarnya.
Kasus seperti ini perlu menjadi perhatian masyarakat luas dan semua pihak terkait agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan yang dapat merugikan banyak pihak di kemudian hari.
(K. Tris – Juni 25, 2025)