Diduga Miliaran Rupiah Pajak Belanja Dana Desa Tidak Disetor, Inspektoratda Diminta Bergerak Lakukan PemSus

Pemerintah36 views

MabesNews.com, Boltim, Sulut- Dana desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana ini dimanfaatkan untuk mendanai operasional pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan kemasyarakatan di desa.

Sejak diluncurkannya program ini pada tahun 2015, dana desa telah menjadi salah satu instrumen penting dalam pembangunan pedesaan di Indonesia.

Untuk pengenaan pajak atas dana desa sendiri telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan , termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), dan Perturan Menteri Keuangan.

Adapun beberapa ketentuan perpajak yang harus diperhatikan dalam proses pemanfaatan dan pengelolaan dana desa seperti halnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, dimana dana desa yang digunakan untuk membayar gaji, honorarium, atau upah kepada aparat desa, pekerja, dan pihak lain yang terlibat dalam kegiatan yang dibiayai oleh dana desa dikenakkan PPh Pasal 21 dari penghasilan yang dibayarkan dan menyetorkannya ke kas Negara.

PPh Pasal 23, dana desa yang digunakan untuk membayar jasah tertentu kepada pihak ketiga seperti jasa kontruksi, jasa konsultasi, atau jasa lainnya. Pemerintah desa wajib memotong PPh Pasal 23 dari pembayaran yang dilakukan, sementara tarif pemotongan PPh Pasal 23 ini bervariasi tergantung jenis jasa yang diberikan.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pembelian barang dan jasa yang dikenakan PPN, seperti bahan bangunan atau peralatan kantor, harus mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Meskipun dana desa itu sendiri bukan objek PPN, namun barang dan jasa yang dibeli dengan dana desa tetap dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku. Dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2), dimana untuk penghasilan tertentu yang bersifat final, seperti penghasilan dari usaha tertentu yang dikelolah oleh pemerintah desa dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2). Sementara untuk terif pajak ini biasanya lebih rendah dan bersifat final, artinya tidak bisa dikreditkan dengan dengan pajak penghasilan lainnya.

Ironisnya, begitu jelasnya menyangkut ketentuan dan perundang-undangan menyangkut perpajakan terkait pengelolaan pemanfaatan dana desa, namun sangat disayangkan ada juga desa-desa yang berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang diduga tidak melakukan penyetoran pajak pengelolaan dan pemanfaatan dana desa sebagaimana ketentuan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, bahkan bila diakumalasi secara keseluruhan pajak yang tidak disetor totalnya mencapai miliaran rupiah.

Indikasi itu nampak ketika permasalahan itu mucul pasca pelaksanaan rapat evaluasi penyelarasan APBDes dengan Visi dan Misi Pemerintah Daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah di ruang rapat kantor Bupati. Dimana dalam rapat evaluasi penyelarasan APBDes bersama Visi dan Misi itu muncul adanya sala satu desa yang berada di bilangan Kecamatan Modayag Barat yang diduga tidak melakukan penyetoran pajak dana desa yang nilainya mencapai 300-san juta rupiah pajak tidak disetorkan.

Mengetahui kondisi itu, Direktur Lembaga Anti Korupsi (Lakri) Andi J. Riadhy kepada MabesNews.com dengan tegas meminta kepada Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow Timur dibawah pimpinan Bupati Oskar Manoppo dan Wakil Bupati Argo Sumaiku melalui Inspektorat agar segerah melakukan Pemeriksaan Khusus (PemSus) terkait banyaknya pajak pemanfaatan dana desa yang tidak disetor. Dan bila ditemukan adanya kebenaran indikasi itu, maka diminta agar dapat ditindak tegas berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku,”Ini harus di tindak lanjuti melalui Pemsus oleh Pemda Boltim melalui Inspektoratda, dan bila ditemukan adanya indikasi kebenaran pajak dana desa tidak disetorkan, maka harus ditindak tegas”, tegas Ridhy.

Langkah tegas ini menurut Riadhy harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Inspektoratda, karena jangan sampai permasalahan pajak dana desa yang tidak disetorkan itu kedepan akan berdampak terhadap Pemerintah Daerah terkait pengelolaan keuangan seperti halnya pada tahun 2011, dimana Pemda Boltim sempat mengalami disklemer dalam hasil pemeriksaan keuangan karena disebabkan adanya setoran pajak tidak di validasi atas setoran, apa lagi bila pajak tidak disetorkan.

(Pusran Beeg)