Dana Desa Lumban Rau Utara Diduga Diselewengkan: Rp482 Juta Dana Desa Menguap, Kades Menghindar. 

Mabesnews.com, Kab. Toba – Sumut : Sabtu 18 Oktober 2025 – Bau busuk dugaan korupsi dana desa (DD) menyeruak dari Desa Lumban Rau Utara, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Sejumlah temuan audit dan hasil investigasi mengindikasikan adanya temuan penyelewengan anggaran secara sistematis sejak tahun 2018 hingga 2024, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp482.649.822.

 

Berdasarkan hasil audit lembaga berwenang dan investigasi independen, ditemukan dugaan sejumlah kegiatan fiktif, laporan pertanggungjawaban palsu, hingga dugaan penggunaan dana publik untuk kepentingan pribadi kepala desa dan kroninya.

 

Dalam laporan resmi pengelolaan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024, tercatat pagu dan penyaluran sebesar Rp861.417.000, namun realisasi riil hanya Rp378.767.178. Artinya, ada dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp482.649.822. Nilai ini merupakan selisih tertinggi selama tujuh tahun terakhir.

 

Padahal, sejak 2018, Desa Lumban Rau Utara rutin menerima kucuran dana besar dari APBN, APBD Provinsi Sumatera Utara, dan APBD Kabupaten Toba. Total pagu selama periode 2018–2024 mencapai lebih dari Rp5,6 miliar. Namun, jejak keuangan menunjukkan temuan dugaan laporan manipulatif, pelaksanaan program yang tidak sesuai, dan hasil pembangunan yang tak pernah terlihat di lapangan.

 

Monitoring dan dokumen informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan audit pemeriksaan keuangan memperkuat dugaan tersebut. Dalam hasil pemeriksaan, ditemukan indikasi penyimpangan serius pada pelaksanaan program fisik dan non-fisik. Dugaan mark up anggaran kegiatan fisik dan non-fisik. Bahkan, sebagian kegiatan tercatat dalam laporan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang terindikasi fiktif.

 

Sumber internal desa mengungkapkan adanya dugaan penggelembungan dana (mark up) dalam pengadaan barang dan jasa. Proyek pembangunan drainase, rehabilitasi jalan, anggaran keadaan mendesak, serta program pemberdayaan masyarakat disebut-sebut menjadi ladang permainan anggaran.

 

“Banyak laporan kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan, tapi sudah dicairkan. Laporan dibuat seolah selesai, padahal di lapangan tidak ada apa-apa,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya kepada awak media.

 

Lebih parah lagi, berdasarkan hasil penelusuran, perangkat desa dan tim pelaksana kegiatan tidak dilibatkan secara resmi dalam banyak program. Pengambilan keputusan diduga dikendalikan sepenuhnya oleh kepala desa. Mekanisme Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) juga hanya formalitas tanpa partisipasi warga desa.

 

Berdasarkan hasil inveinvesti masyarakat dan jurnalis, temuan dugaan korupsi dilakukan dengan beberapa modus seperti: Mark up anggaran kegiatan fisik dan non-fisik. Pencairan dana fiktif untuk kegiatan yang tak pernah dilaksanakan. Manipulasi laporan SPJ dan dokumen administrasi. Penggunaan dana desa untuk kebutuhan pribadi. Pemotongan volume pekerjaan dan pengubahan kualitas proyek, dan hingga pemungutan retribusi desa tanpa disetor ke kas desa.

 

Praktik ini menunjukkan lemahnya kontrol dari aparat pengawas dan minimnya transparansi di tingkat desa. Sejumlah dokumen keuangan yang diperoleh tim investigasi juga memperlihatkan adanya tanda tangan diduga palsu pada beberapa laporan penggunaan dana.

 

Aktivis antikorupsi dan kebijakan publik menilai pola ini sebagai indikasi tindak pidana korupsi yang memenuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Kepala desa dan pihak yang terlibat bisa dijerat dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

 

Menariknya, dari catatan realisasi tahun-tahun sebelumnya, anomali dan selisih dari realisasi anggaran dengan penyaluran anggaran terus berulang. Pada 2021, tercatat ditemukan selisih sebesar Rp39 juta; tahun 2022 selisih negatif Rp6,3 juta; dan tahun 2023 kembali membengkak menjadi Rp19,5 juta. Pola ini memperlihatkan indikasi penyimpangan yang telah berlangsung lama, namun luput dari tindakan tegas.

 

Hasil audit terbaru juga mengungkap adanya dugaan temuan praktik penggelapan dan pemalsuan dokumen administrasi keuangan desa. Beberapa proyek fisik yang dilaporkan selesai ternyata tidak sesuai volume dan mutu teknis yang seharusnya.

 

“Semakin besar anggaran, semakin besar pula godaannya. Masalahnya, banyak kepala desa merasa aman karena lemahnya pengawasan dari atas,” ungkap aktivis antikorupsi dan kebijakan publik, Hotman Samosir, S.H., D.Com, yang ikut memantau pengelolaan dana desa di seluruh Indonesia, khususnya kawasan Kabupaten Toba dan Sumatera Utara.

 

Aktivis Hotman mendesak agar Inspektorat daerah Kabupaten Toba, Kejaksaan Negeri Toba, dan KPK turun langsung melakukan penyelidikan. Ia menilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini sudah nyata dan berpotensi meluas jika tidak segera ditangani.

 

Perlu dicatat, sesuai Pasal 4 UU Tipikor, pengembalian kerugian negara tidak menghapus dan menggugurkan pidana. Artinya, sekalipun dana tersebut dikembalikan, pelaku tetap harus diproses hukum.

 

Publik mendesak langkah nyata aparat penegak hukum atas temuan dugaan penyelewengan dana desa di Lumban Rau Utara agar benar-benar diusut hingga tuntas. Masyarakat mewanti-wanti temuan ini tidak tenggelam seperti banyak kasus lain di tingkat desa yang berakhir tanpa kejelasan.

 

Sementara itu, untuk keberimbangan berita dan kaidah produk jurnalistik, ketika tim awak media mediatargetkrimsus.com mencoba datang guna konfirmasi dan permintaan klarifikasi dugaan temuan pengelolaan dana desa ke kantor Desa Lumban Rau Utara, Jumat (17/10/2025), kepala desa dan sekretaris desa tidak berada di kantor desa di saat jam kerja, dan tidak bisa ditemui.

 

*bersambung…

 

( RS / Tim ).