Bencana Banjir dan Lumpur di Torete Akibatkan Kerugian Besar: Perusahaan Dinilai Abai terhadap Lingkungan dan Nasib Petani

Pemerintah25 views

MabesNews.com,-Torete, 14 Mei 2025 – Banjir besar yang melanda Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali pada 3 April 2025 lalu telah membawa dampak signifikan terhadap kehidupan warga, khususnya para petani. Lahan perkebunan masyarakat kini tertimbun lumpur dan tanah merah dengan ketebalan mencapai 40 cm. Tak hanya mengancam hasil panen, akses jalan menuju kebun pun lumpuh total akibat tertutup material lumpur.

Bencana ini diduga kuat merupakan dampak dari aktivitas pembukaan hutan secara masif oleh perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah tersebut. Hutan yang selama ini berfungsi sebagai penyangga ekosistem dan penahan air kini mengalami kerusakan parah, menyebabkan air hujan membawa serta material tanah langsung ke permukiman dan lahan pertanian warga.

Yang menjadi sorotan, hingga lebih dari sebulan pasca-bencana, belum terlihat adanya tindakan konkret dari pihak perusahaan dalam menunjukkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tidak ada bantuan tanggap darurat, ganti rugi, maupun upaya perbaikan infrastruktur, termasuk akses jalan ke kebun yang menjadi nadi ekonomi masyarakat.

Sikap abai ini dinilai melanggar prinsip-prinsip perlindungan lingkungan sebagaimana tertuang dalam:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya:

Pasal 69 ayat (1) yang melarang perusakan lingkungan hidup;

Pasal 87 ayat (1) yang mewajibkan pelaku usaha melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang menegaskan bahwa setiap pelaku usaha wajib menjaga kelestarian lingkungan dan bertanggung jawab atas dampak kegiatan usahanya.

Masyarakat Desa Torete, melalui sejumlah tokoh dan kelompok tani, menyampaikan tiga tuntutan utama:

1. Pemerintah daerah dan instansi lingkungan hidup segera melakukan penyelidikan serta tindakan pemulihan lingkungan;

2. Perusahaan bertanggung jawab secara hukum untuk memperbaiki akses jalan, memulihkan lahan pertanian, dan memberikan kompensasi kepada petani terdampak;

3. Aparat penegak hukum menindak tegas setiap pelanggaran terhadap undang-undang lingkungan hidup.

Peristiwa ini menjadi peringatan nyata akan dampak serius dari kerusakan lingkungan yang tidak terkendali. Ke depan, pengawasan terhadap aktivitas perusahaan di wilayah ini harus ditingkatkan demi mencegah terulangnya tragedi serupa.

Salah satu petani terdampak, Pak Mar’uf, yang ditemui pewarta di lokasi menyampaikan, “Kami berharap agar kami mendapatkan kompensasi, karena lahan kami tidak bisa lagi digarap.” Hal senada disampaikan Pak Ilyas, yang mengaku kehilangan sumber penghidupan utama akibat bencana ini.

 

(Tispran Kelana/Tim)

 

Pewarta Abdul Halid