Anggaran Dana Desa Bandar Betsy I Diduga Sarat Penyimpangan, Nilai Mencapai Ratusan Juta untuk Pos yang Sama

Hukum, Pemerintah28 views

MabesNews.com, Kab.Simalungun – Sumut : Kamis 14 Agustus 2025.

Hasil penelusuran data dari papan transparansi APB Nagori Bandar Betsy I tahun 2025 dan laporan pertanggungjawaban realisasi tahun 2024 mengungkapkan adanya kejanggalan penggunaan Dana Desa yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Pangulu Ponidi diduga mengalokasikan dana secara berulang pada pos yang sama dengan nilai fantastis, tanpa penjelasan rinci mengenai manfaat dan penerimaannya.

Pemberian Makanan Tambahan: Pola Pengulangan Anggaran

Pada tahun 2024, pos Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tercatat menghabiskan Rp 207.019.000, belum termasuk PMT Lansia yang menyedot Rp 54.349.650. Anehnya, pada tahun 2025, pos yang sama kembali dianggarkan sebesar Rp 123.000.000. Tidak ada penjelasan transparan terkait dasar kebutuhan, sasaran penerima, ataupun evaluasi dari pelaksanaan tahun sebelumnya.

Penyertaan Modal Bernilai Ratusan Juta

Selain itu, pada tahun anggaran 2025 ditemukan alokasi penyertaan modal ketahanan pangan (bibit cabe dan ubi) sebesar Rp 209.100.000 serta penyertaan modal pengadaan truk yang mencapai Rp 563.354.822. Nilai ini dinilai tidak masuk akal oleh warga mengingat Nagori Bandar Betsy I merupakan wilayah perkebunan di mana seluruh penduduknya adalah karyawan PTPN IV yang relatif memiliki akses terhadap sumber pangan dan sarana transportasi perusahaan.

Total Dana Desa Mencapai Lebih dari Rp 1 Miliar

Dana Desa yang diterima tahun 2025 mencapai Rp 1.045.086.000. Jika dikombinasikan dengan sisa lebih penggunaan anggaran tahun sebelumnya (SILPA) dan pendapatan lain, jumlah dana yang dikelola pemerintah nagori ini jauh melampaui kebutuhan riil masyarakat di lapangan.

 

Desakan Audit dan Peninjauan Ulang

Melihat pola alokasi dan realisasi yang terkesan “copy-paste” dari tahun sebelumnya tanpa pembuktian manfaat, publik menduga adanya indikasi penyalahgunaan kewenangan dan potensi korupsi. Warga meminta Kementerian Desa, PDTT, Inspektorat Kabupaten Simalungun, serta aparat penegak hukum untuk turun tangan melakukan audit investigatif.

 

“Ini bukan lagi soal administrasi. Ini soal bagaimana uang negara digunakan, apakah benar untuk rakyat atau justru untuk memperkaya segelintir orang,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

 

Kasus ini menjadi contoh penting bahwa transparansi tidak cukup hanya dengan memajang papan informasi—tetapi juga harus diikuti oleh akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang jelas, rinci, dan bisa diverifikasi.

 

Investigasi

( RS / Tim ).