MabesNews.com,-BAKORNAS | Depok – Bahwa sebelumnya telah viral terkait penggunaan anggaran belanja Honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar pada sekretariat daerah Kota Depok tahun anggaran 2023 bahkan telah menjadi sorotan publik dan perbincangan ditengah – tengah masyarakat.
Anggaran honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar tersebut dipertanyakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM BAKORNAS), sampai tanggal (21/5/25) Sekretariat Kota Depok masih bungkam.
Soal Honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar itupun telah ramai dipemberitaan berbagai media dan telah menarik perhatian publik serta menuai berbagai komentar dari masyarakat.
Ketua Umum BAKORNAS Hermanto menyampaikan telah mengirimkan surat PPID pada tanggal 28 April 2025 untuk mempertanyakan anggaran Honorarium Rohaniwan yang mencapai 9,6 Miliar. Namun karena tidak mendapat tanggapan dan jawaban atas surat tersebut akhirnya BAKORNAS melayangkan surat keberatan pada tanggal 16 Mei 2025.
Setelah ramai dan viral akhirnya pada tanggal 21 Mei 2025 BAKORNAS menerima surat balasan dengan nomor surat B/900/578/Kesra/2025 perihal surat Jawaban Penggunaan Belanja Honorarium Rohaniwan.
Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL selaku Ketua Umum BAKORNAS, menyampaikan dalam keterangan resminya pada awak media (26/5/25), bahwa Anggaran honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar tersebut dipertanyakan berawal dari temuan Badan Pemerikasa Keuangan Republik Indonesia pada LHP BPK Atas atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota DepokTahun 2023, yang terdapat pada halaman 332.
Menanggapi surat balasan yang dilayangkan oleh BAKORNAS, Hermanto menuturkan, bahwa surat tanggapan tersebut tidak memenuhi apa yang dimohonkan dan diminta dalam surat kami, Sebagaimana yang tertuang dalam surat PPID yang kami mohonkan.
Ia menambahkan tanggal surat balasan tersebut juga tidak jelas karena tercoret-coret, Sekretariat Daerah Kota Depok adalah INSTANSI TERTINGGI dalam pemerintahan Kota Depok tetapi membuat surat saja tidak profesional. Padahal jika dilihat anggaran Kota Depok untuk belanja pegawai dan bimibingan teknis sangat fantastis, namun balas surat saja tidak profesional.
Surat balasn itupun kami terima setelah viral dan setelah diajukan surat keberatan. Namun surat tersebut hanya jawaban normatif dan jawaban universal saja, tanpa menyajikan rincian dan detail secara akuntabilitas terhadap penggunaan anggaran Honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar tersebut.
Surat jawaban tersebut tidak menjawab satupun pertanyaan dari yang diajukan oleh BAKORNAS dalam surat PPID yang diajukan terhadap sekretariat kota Depok.
Dalam hal ini BAKORNAS menilai sangat jelas bahwa Sekretariat depok masih harus banyak belajar dan perlu diajari cara balas surat, yaitu suratnya harusnya menjawab apa yang dipertanyakan dan jawaban harus sesuai dari apa yang dipertanyakan dalam surat.
Sekretariat daerah Kota Depok juga harus belajar agar tahu cara menjawab pertanyaan, yaitu jawaban harus sesuai dengan apa yang ditanya, pungkas Hermanto.
Hermanto menuturkan dalam suratnya BAKORNAS mengajukan beberapa pertanyaan yaitu :
1) BERAPA ORANG Rohaniwan yang menerima anggaran belanja tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
2) SIAPA SAJA Rohaniwan yang menerima anggaran belanja tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
3) BERAPA HONOR yang diterima setiap Rohaniwan tersebut sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
4) ADA BERAPA KEGIATAN yang menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
5) APA SAJA KEGIATAN yang menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
6) DALAM AGENDA DAN MOMEN APA SAJA yang kegiatannya mengharuskan menghadirkan Rohaniwan sehingga anggaran belanja itu mencapai 9,6 Miliar?
Ketum BAKORNAS menjelaskan dalam surat balasannya, Sekretariat Depok menjelaskan bahwa anggaran tersebut digunakan untuk 2000 (Dua Ribu) Orang Pembimbing Rohani untuk seluruh agama di Kota Depok dengan cara ditransfer ke rekening masing-masing.
Namun jawaban tersebut tidak sesuai dengan temuan BPK RI Atas atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Depok Tahun 2023, yang terdapat pada halaman 332 disana dijelaskan bahwa Anggaran Honorarium Rohaniwan sebesar 9,6 Miliar itu digunakan untuk Diberikan kepada pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan.
Apa benar ada 2000 Orang pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan di Kota Depok ? tanya Hermanto.
Hal itulah yang dipertanyakan BAKORNAS, ada berapa orang rohaniwan yang berwenang sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan ? Dalam kegiatan apa saja ada kegiatan pengambilan sumpah jabatan pada tahun 2023.
Dalam surat balasan tersebut dijelaskan anggaran tersebut mengimplementasikan janji walikota dan wakil walikota Depok tahun 2019-2024 yaitu pemberian Insentif Rohani Kepada pembimbing rohani semua agama, padahal anggaran sebesar 9,6 Miliar itu habis digunakan hanya pada tahun anggaran 2023, Sahut Hermanto.
“Ada apa dengan pemkot Depok, Kenapa seakan alergi terhadap keterbukaan ? Kenapa sangat berat untuk berani transparan yaitu menyajikan data detail dan rincian yang akuntabel terhadap penggunaan aggaran tersebut,” hal ini menimbulkan pertanyaan bagi publik dan masyarkat, sahutnya.
Mengacu pada Pasal 1 ayat 3 dalam Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Sekretariat Daerah Kota Depok adalah Badan publik yang WAJIB menyajikan informasi publik kepada masyarakat dan pemohon informasi publik dan wajib tunduk pada ketentuan dan perundangan yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik dan tentang Pelayanan Publik.
Namun sejauh ini, Sekretariat Depok tidak tunduk pada Konstitusi yang mengatur tentang tentang Keterbukaan Informasi Publik dan tentang Pelayanan Publik. Dimana seharusnya Sekretariat Depok harus menjadi contoh dan pola yang baik pada Instansi lainnya dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai badan publik yang menggunakan keuangan negara.
Katanya, akuntabilitas dan transparansi merupakan dua aspek penting yang saling berkaitan di dalam pengelolaan keuangan Negara. Sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan kepercayaan publik dalam hal ini terhadap Pemerintah Kota Depok, yaitu Satuan Kerja Sekretariat Daerah Kota Depok.
Hermanto mengingatkan, bahwa Penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam ketentuan pasal 3 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut UUPTPK yang menyatakan : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00,- ( lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00,-( satu miliar rupiah)”.
Terhadap hal ini bakornas akan mengajukan sengketa Informasi ke Komisi Informasi hingga gugatan ke PTUN. Sebab sangat jelas ditegaskan dalam Pasal 51 (1) Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada setiap Warga Masyarakat untuk mendapatkan informasi.
Dalam Pasal 51 (1) Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada setiap Warga Masyarakat untuk mendapatkan informasi, Tutup Hermanto.
Saut Sitorus, CMH Selaku Skretaris Jenderal BAKORNAS menuturkan AKUNTABILITAS dan TRANSPARANSI merupakan dua aspek penting yang saling berkaitan di dalam pengelolaan keuangan Negara. Guna meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan, tentu seluruh lapisan masyarakat dan publik berharap penggunaan keuangan negara dalam proses dan realisasi anggaran pembangunan seharusnya tidak terjadi indikasi dan penyimpangan serta tindak pidana korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan berbagai tindakan penyimpangan pengelolaan anggaran.
Dengan adanya transparansi anggaran, masyarakat dapat Memastikan bahwa penggunaan anggaran benar – benar sesuai dengan perencanaan dan peruntukan anggaran tersebut, tanpa terkontaminasi dengan indikasi, upaya dan perbuatan tindak pidana korupsi yang bertujuan menguntungkan pribadi dan kelompok tertentu, pungkasnya.
Ayo, sudah seharusnya pemerintah Kota Depok transparan, karena itu adalah perintah konstitusi, Tentu publik berharap agar hal ini boleh dijelaskan kepada Masyarakat secara transparan pungkas Saut, (26/5/25).
(Samsul/Tim)