Mabesnews.com : Lintas Aceh l Banda Aceh – Guna menyelesaikan konflik agraria di seluruh wilayah Aceh antara masyarakat dan perusahaan perkebunan, Ketua DPD Aceh LSM Perintis meminta Gubernur Aceh untuk segera membentuk dan mengesahkan satgas pengukuran ulang HGU.
“Banyaknya perusahaan-perusahan dibidang perkebunan di Aceh yang berbenturan dengan masyarakat karena persoalan HGU sehingga menimbulkan konflik agraria,” kata Zulfadli, Ketua DPD Aceh LSM Perintis kepada sejumlah awak media di Banda Aceh, Sabtu (24/05/2025).
Menurutnya, ada beberapa penyebab timbulnya konflik agraria di Aceh diantaranya persaingan dalam penguasaan dan perebutan sumber daya alam, seperti tanah dan hutan. Konflik agraria di Aceh sangat kompleks dan melibatkan berbagai pihak, sehingga penyelesaiannya membutuhkan pendekatan yang holistik dan melibatkan partisipasi aktif dari semua pihak yang terkait.
“Untuk itu menyelesaikan konflik agraria tersebut salah satu caranya adalah Pemerintah Aceh harus segera melakukan pembentukan dan pengesahan satgas pengukuran ulang HGU,” sarannya.
“Selain itu, Pemerintah Aceh juga harus berani mengambil langkah tegas. Karena timbulnya konflik agraria salah satunya disebabkan oleh tindakan Pemerintah Daerah yang terkadang cenderung berpihak pada perusahaan perkebunan dengan tujuan menggenjot ekonomi lokal, sehingga petani dan masyarakat adat mengalami kerugian dan kehilangan lahan,” imbuhnya.
Zulfadli juga memaparkan, konflik agraria itu terjadi karena adanya peraturan yang tumpang tindih, terutama terkait dengan hak atas tanah sehingga menyebabkan ketidakjelasan dan perselisihan di antara masyarakat.
Kemudian yang kerap terjadi tindakan perampas lahan masyarakat oleh perusahaan dengan modus mengumbar janji-janji manis yang tidak ditepati, seperti pembangunan kebun dan bagi hasil, sehingga hal tersebut mengakibatkan hilangnya mata pencarian masyarakat.
“Kami berharap dengan pembentukan satgas pengukuran ulang HGU ini juga dapat memperjelas tapal batas wilayah antara pihak perusahaan perkebunan dengan lahan milik masyarakat. Kemudian tidak ada lagi tumpang tindih kepemilikan lahan dapat segera diselesaikan,” tandas Zulfadli. (Rel)