Mabesnews.tv-Tanjungpinang — Di bawah langit malam yang lembut dan hembusan angin laut yang menenangkan, Taman Gurindam 12 kembali memancarkan pesonanya. Ruang terbuka hijau seluas sekitar 14 hektare yang menjadi kebanggaan warga Tanjungpinang itu kini hidup kembali—ramai oleh tawa keluarga, langkah santai pasangan muda, dan canda anak-anak yang berlarian di jalur pedestrian yang bersih dan teratur.
Pemandangan malam minggu di taman ini menjadi bukti nyata bahwa penataan yang berbasis kolaborasi bisa menghidupkan kembali denyut ruang publik. Setelah sempat menuai kritik karena padatnya pedagang kaki lima yang menghalangi kenyamanan pengunjung, wajah Taman Gurindam 12 kini berubah total. Sejak tercapainya kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, para pelaku UMKM, dan pihak pengelola kawasan pada 2 Oktober 2025, taman ini kembali menemukan ruhnya: sebagai ruang hijau yang tertib, aman, dan terbuka bagi semua kalangan.
Bandi, warga Batam yang datang bersama keluarganya, tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. “Sekarang enak sekali. Kami bisa duduk santai di taman, menikmati angin laut tanpa sesak. Dulu waktu pedagang masih banyak, jalan sempit sekali, kadang mau lewat saja susah,” ujarnya sambil tersenyum puas.
Sementara itu, seorang tokoh masyarakat keturunan Tionghoa yang turut berkunjung bersama keluarganya menilai perubahan ini sebagai cermin keberhasilan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. “Kami sangat kagum melihat perubahan taman ini. Suasananya kini lebih tertata, lebih indah, dan terasa kembali menjadi milik bersama,” ujarnya.
Ketua Perkumpulan UMKM Taman Gurindam 12, Zulkifli Riawan, juga menegaskan komitmen pihaknya untuk menjaga keberlanjutan keindahan taman tersebut. “Ini bentuk rasa sayang kami kepada Bapak Gubernur yang telah bersusah payah membangun Taman Gurindam 12. Sudah sepantasnya kita jaga bersama. Jangan lagi ada oknum yang mengatasnamakan pemerintahan untuk membuka ruang tambahan bagi pedagang. Zona A dan Zona B sudah ditetapkan dengan jelas, dan kami mendukung penuh langkah pemerintah menjaga taman ini tetap sebagai ruang hijau publik yang layak dibanggakan,” tegasnya.
Meski demikian, perhatian terhadap kebersihan tetap menjadi harapan banyak pengunjung. Lina, warga Tanjungpinang, mengungkapkan perlunya peningkatan fasilitas kebersihan. “Kalau bisa tong sampah diperbanyak. Kadang kami kesulitan mencari tempat buang sampah, apalagi kalau bawa makanan dan minuman. Sayang, masih ada juga yang buang sampah sembarangan, padahal taman ini sudah bagus sekali,” ujarnya penuh keprihatinan.
Pengamat tata kota menilai bahwa transformasi Taman Gurindam 12 adalah contoh teladan dari bagaimana kebijakan publik yang inklusif dapat memperbaiki wajah kota. “Kuncinya adalah keseimbangan antara fungsi sosial dan aktivitas ekonomi. Penataan yang memberi ruang bagi masyarakat tanpa menyingkirkan pelaku UMKM merupakan wujud tata kelola kota yang visioner,” ujarnya.
Ia menambahkan, ruang hijau publik seperti Taman Gurindam 12 bukan sekadar tempat rekreasi, melainkan juga simbol peradaban kota yang maju. “Taman kota adalah ruang sosial tempat tumbuhnya rasa kebersamaan dan kepedulian warga. Ketika warga merasa memiliki ruang publiknya, maka mereka akan turut menjaga dan merawatnya,” katanya.

Kini, Taman Gurindam 12 kembali berdiri sebagai mahkota keindahan Kota Tanjungpinang — tempat di mana estetika berpadu dengan harmoni, dan kebijakan berpadu dengan kesadaran warga. Dengan semangat gotong royong dan komitmen bersama, taman ini bukan hanya menjadi ruang rekreasi, tetapi juga cermin peradaban kota yang beradab dan berkepribadian. Sebuah ruang hijau yang bukan hanya menyejukkan pandangan, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan: bahwa Tanjungpinang mampu menata, menjaga, dan mencintai ruang publiknya sendiri.
arf-6






