Suriadin Noernikmat,ST,MM : Pemerintah Provinsi Aceh Perlu Strategi Khusus Pengembangan Pangan

Pemerintah743 views

MabesNews.com, Medan-Provinsi Aceh yang memiliki potensi lahan luas dan subur perlu strategi khusus bagi pengembangan pangan secara berkesinambungan mengingat kerentanan pangan sebuah ancaman global yang harus dihadapi dengan kerja keras.

Strategi khusus ini dalam upaya menggenjot produksi pangan yang tidak hanya berupa tanaman padi tapi juga hortikultura dan tanaman pangan lainnya yang menjanjikan bagi masyarakat Aceh secara menyeluruh.

Hal itu disampaikan, Sekretaris Umum Dewan Musapat (DM) Sumut, Suriadin Noernikmat,ST,MM saat berbicara dengan media ini seputar masalah mahalnya harga pangan dewasa ini, Kamis 26/10/2023.

Putra Aceh ini mengatakan dewasa ini masyarakat Aceh sebaiknya tidak boleh lagi membiarkan sejengkal pun lahan atau tanah terlantar tanpa memanfaatkan untuk sektor pertanian atau perkebunan yang survive (bertahan hidup).

Apakah lahan persawahan, kebun maupun lahan pekarangan. Manfaatkan secara maksimal sehingga semua lahan yang dimiliki masyarakat Aceh tetap produktif.

“Sebab persoalan kerentanan ketahanan pangan sudah di depan mata. Diprediksikan kerentanan pangan terjadi berkepanjangan seperti yang sudah dialami beberapa negara di dunia,” ujar Suriadin Noernikmat yang juga Calon Anggota DPRD Sumatera Utara dari DPD Partai Golkar Sumut.

Jika kondisi tersebut tidak dihiraukan lanjut Suriadin bukan tidak mungkin kekurangan pangan bakal terjadi di mana-mana. Termasuk Aceh. Bahkan sekarang saja sudah dialami masyarakat mahalnya harga pangan terutama beras dan bahan kebutuhan pokok ainnya.

“Itu akibat kekurangan pangan dunia Pasokan pangan dari negara lain sudah dibatasi. Namun,paling tidak Aceh bisa survive atau bertahan dengan produksi pangan sendiri yang memadai,” ujar Suriadin Noernikmat.

Mengutip pernyataan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG), Dwikorita Karnawati memperkirakan manusia di muka bumi ini akan mengalami kekurangan stok pangan dunia pada 2050.

Suriadin Noernikmat menyebutkan kondisi tersebut bukan berarti menakut-nakuti masyarakat. Tapi yang penting kewaspadaan terhadap krisis pangan dunia termasuk Indonesia dengan memanfaatkan lahan negeri yang paling subur di dunia.

Itu sebabnya sejak dari sekarang pemerintah Aceh dan seluruh masyarakat tidak tinggal diam atau mengabaikan isu berkembang ini. Sebab Food and Agriculture Organization (FAO) sudah mewanti-wanti sejak awal.

“Organisasi di bawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB ini sudah memprediksikan bahwa sekitar 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen stok pangan dunia seperti diungkapkan Kepala BKMG tadi menjadi kelompok paling rentan terhadap perubahan iklim,” sebut Suriadin Noernikmat yang juga mantan Ketua Ikatan Alumni Fakultas Teknik USU Medan ini.

Dia juga tidak menampik bahwa pengusaha sektor pertanian dari luar negeri sudah sejak beberapa waktu lalu melirik negara-negara yang memiliki lahan subur. Seperti Indonesia dan negara lainnya. Sebab, lahan di negara mereka sudah terasa sempit dan tidak subur.

“Tak heran, mereka membeli lahan tersebut secukupnya untuk memproduksi berbagai jenis tanaman pangan. Karena itu bagi masyarakat Aceh yang memiliki lahan agar segera memanfaatkan dengan sebaik-baiknya terutama untuk tanaman pangan,” harap Suriadin Noernikmat.

Suriadin melukiskan, lahan pertanian di Indonesia umumnya dan di Aceh khusus semakin hari kian menyempit. Ini dampak dari perubahan iklim. Selain kenaikan permukaan laut seperti dilansir BKMG lahan juga kian menciut karena pembangunan rumah atau gedung dan lainnya. Akibat lahan untuk pangan semakin berkurang hingga 44 persen.

Seperti diungkapkan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area (UMA)  bahwa Asia Development Bank atau ADB menyebutkan sebanyak 822 juta orang di muka bumi masih berada dalam kondisi tidak aman pangan. Angka tersebut, sebanyak 517 juta orang (62,89%) berada di kawasan Asia dan Pasifik.

Dalam hal ini ADB telah menetapkan pertanian dan ketahanan pangan menjadi salah satu dari tujuh prioritas operasionalnya hingga 2030 seiring dengan 17 tujuan SDGs (Sustainable Development Goals).

“Namun di sisi lain seperti terungkap dari data BPS, penyusutan lahan terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Bayangkan hampir 120 ribu hektare lahan berubah fungsi setiap tahunnya,” tambah Suriadin Noernikmat.

Bukan hanya itu selain penyusutan , Indonesia memiliki lima persoalan lainnya. Pertama, pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektare dan kondisi tanah yang sudah rusak. Kedua, aspek permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani. Keempat, minimnya penguasaan teknologi dan inovasi. Kelima adalah penanganan pascapanen.

Menurut Fak Pertanian UMA Medan lanjut Suriadin, petani sering latah dalam menanam, Mereka menanam tanaman yang ketika mahal harganya di pasaran. Ini justru sering merugikan petani pada jangka panjang. Kebiasaan itu juga berkaitan dengan masih lemahnya mengelola permintaan dan penawaran harga komoditas sehingga pada saat-saat tertentu harga pangan sedang panen selalu turun karena kelebihan pasokan.

“Itu sebabnya pemerintah Aceh perlu menerapkan strategi khusus termasuk memberi pelatihan bagi petani. Sumber daya petani yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam pengembangan sektor pangan secara modern sehingga tidak ketinggalan dengan perkembangan pertanian dewasa ini.,” ujar Suriadin Noernikmat.

Sementara itu Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Aceh diharapkan dapat merealisasikan program pertanian sampai dengan tahun 2045, yang dideklarasikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

“Untuk mencapai visi tersebut tentunya BPTP dapat mempercepat (program) dengan menekankan pencapaian daya saing yang kompetitif untuk meningkatkan sektor perekonomian bangsa, berlandaskan: keunggulan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas,” pungkas Suriadin Noernikmat.(tiar)