Opini : Sri radjasa M.BA (Pemerhati Intelijen)
MabesNews.com,-RAKYAT sudah lelah dengan kebohongan dan hasutan gerombolan Jokowi, sebagaimana anekdot “emak-emak naik motor..kasih sen kiri..belok ke kanan”. Artinya apa yang diucapkan, selalu kontradiktif dengan realitanya. Lagi-lagi Silfester membuat statement soal Mayjen Soenarko makar dan ditangkap.
Di era Jokowi memerintah, kasus orang tidak salah kemudian ditangkap, menjadi fenomena hukum abal-abal. Jadi ketika Silfester katakan Soenarko makar dan ditangkap, fakta yang terjadi adalah Jokowi panik dan muncul sifatnya yang otoritarian personality, kemudian menggunakan kekuasaannya untuk kriminalisasi Soenarko.
Begini kronologis ceritanya, Mayjen Purn Soenarko sebagai warga negara merasa terpanggil untuk menyuarakan kebobrokan rezim Jokowi. Sikap politik Soenarko tidak ada kaitan dengan kepentingan parpol manapun dan bukan dalam rangka mendukung salah satu Capres manapun, mengingat saat itu adalah masa pemilu 2019. Sikap keras dan tegas Soenarko mengkritisi pemerintahan Jokowi, nampaknya menimbulkan tremor Jokowi dan kroninya. Sudah dapat diduga, soenarko sedang ditunggu dan dicari kesalahannya oleh Jokowi. Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba muncul tuduhan makar terhadap Soenarko, hanya karena soenarko mengatakan “kepung istana” dan akan melakukan aksi penembakan saat terjadi demo penolakan kemenangan Jokowi.
Untuk mendukung syahwat jokowi mengkriminalisasi Soenarko, disiapkan sinetron “kejarlah daku kau kutangkap”. Dimulailah tayangan episode pertama, bercerita soal pengiriman senjata dari Aceh yang diklaim atas perintah Soenarko dan dituduhkan sebagai senjata selundupan. Bagaimana mungkin senjata itu dikategorikan sebagai selundupan, ketika pengiriman senjata tersebut diketahui oleh apsek bandara Iskandar Muda dan sekuriti garuda di bandara Sukarno Hatta. Soenarko sendiri tidak pernah melihat wujud senjata yang dikirim dari Aceh, karena sudah diamankan pihak berwajib.
Selanjutnya tayangan episode kedua dimulai, bercerita penangkapan Soenarko, walau faktanya Soenarko sendiri yang mendatangi mabes TNI, kemudian dilakukan penangkapan terhadapnya. Pada episode kedua inilah, Soenarko menunjukan sosok prajurit yang menjunjung tinggi sikap ksatria.
Pada episode terakhir, bercerita soal proses hukum terhadap Soenarko, ternyata berkas perkara polisi tiga kali dikembalikan oleh pihak kejagung, karena belum memenuhi ketentuan hukum. Ditempat lain persidangan terhadap seorang prajurit yang dituduh mengirim senjata yang diduga milik Soenarko, pengadilan militer banda Aceh memutuskan bebas terhadap tersangka, karena tidak terbukti terkait soal senjata tersebut. Dari temuan bukti-bukti, justru Jokowi yang harus bertanggung jawab secara hukum, karena diduga melakukan persekongkolan jahat untuk mengkriminalisasi sang mantan Danjen Kopasus. Inilah realita hidup dibawah pemimpin otoriter, kebenaran tergantung siapa yang mengatakan.
(Samsul/Tim)






