Bulukumba – Aroma ketidakadilan semakin menyengat di pesisir Bulukumba. Satu nelayan kecil, KS (50), ditangkap Polres Bulukumba pascabentrok antar nelayan pancing dan jaring. Ironisnya, para pemilik jaring yang diduga kuat memakai alat tangkap terlarang serta terlibat pengeroyokan justru seolah kebal hukum.
Ketua Jaringan Wartawan Indonesia (JWI) Sulawesi Selatan, Muhammad Darwis, tak tinggal diam. Ia menuding polisi bersikap tebang pilih dalam menangani kasus ini.
“Kenapa hanya KS yang dijemput? Sementara saksi mata melihat sendiri keluarga pemilik jaring membawa senjata tajam dan mengeroyok nelayan pancing, termasuk Udhin (30) yang terluka. Kalau polisi hanya berani menangkap nelayan kecil, apa bedanya hukum dengan alat kekuasaan yang menindas rakyat lemah?” sindir Darwis pedas.
Bentrok ini sendiri dipicu dari protes nelayan pancing terhadap kapal jaring milik H. Sese, yang diduga menggunakan alat tangkap terlarang. Massa nelayan mendesak aparat dan DPRD Bulukumba memeriksa kapal tersebut. Namun, keluarga pemilik jaring malah melakukan perlawanan yang menyulut emosi, hingga pecah kericuhan.
Darwis, yang juga Sekjen LIDIK PRO, memperingatkan bahwa sikap aparat yang tidak adil bisa menjadi pemicu konflik baru di masyarakat.
“Kalau hukum hanya tajam ke nelayan miskin tapi tumpul kepada pemilik modal, cepat atau lambat rakyat akan melawan. Polres Bulukumba harus ingat, kepercayaan publik lebih berbahaya hilang daripada sekadar bentrokan nelayan,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan desakan keras: Polres Bulukumba wajib membebaskan KS dan memproses semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu. “Kalau tidak, masyarakat akan menilai polisi bukan pengayom rakyat, melainkan pelindung pemodal,” pungkasnya.







